Sabtu, 12 Desember 2015

Buibu Guru




If a doctor, lawyer, or dentist had 40 people in his office at one time, all of whom had different needs, and some of whom didn't want to be there and were causing trouble, and the doctor, lawyer, or dentist, without assistance, had to treat them all with professional excellence for nine months, then he might have some conception of the classroom teacher's job.  ~Donald D. Quinn


Mungkin anak-anak tak tahu bahwa ibu Farah senang sekali menceritakan tentang mereka ketika pulang ke Semarang. Peduli apa, mungkin mereka juga tak mengerti Miss Farah adalah perempuan yang doyan curhat di blog. Hehehe. Setau mereka, Ibu Farah, Miss Farah, atau Kak Farah adalah yang pernah diam melipat ke dua tangan di dekat papan di depan kelas ketika keributan mereka sama sekali tak bisa di redam. Yang wajahnya galak kalau tahu anak laki-laki berkata saru pada yang perempuan. Yang musti semedi lima belas menit ketika diminta menjelaskan tentang segitiga pascal. Yang tertawa terpingkal-pingkal saat tiba-tiba Andi bertanya, “Miss di laptopnya ada Endang Solekati ndak?” “Endang Solekati itu siapa, Nang. Asmo ibumu?” “Bukan, Miss! Itu lo Endang Solekati yang penyanyi temannya SIT. Gimana se Miss Farah masak ndak tau!” Ya Tuhan,sontak pecahlah tawa saya ketika akhirnya menyadari bahwa yang dimaksud Andi adalah band indie asal Jogja Endank Soekamti dan SIT (dibaca sit) adalah S.I.D atau Superman is Dead. Murid rock n roll :)) Oya, nama Geriel bagi mereka ribet, "Jenenge angele, Bu!"  hahaha baiklah.

Kalian apa kabar ya usai ujian semester ganjil begini? Mungkin sedang bersiap untuk piknik, ikut pergi melaut karena pelajaran sudah habis, bermain sepak takrau, berzanji di masjid, apa sajalah asal jangan sedang disusahkan banjir rob. Semoga ya, Nak.


Janji Siswa Anti-Leptospira :)

Usai bermain permainan tradisional bersama, Minggu pagi. Yang paling depan ibu Nurma :D


Ibu Farah hanya pernah ikut mampir belajar bersama kalian. Pertama kalinya seumur hidup dipanggil ibu guru, “Bu guru nanti aku jangan disuntik ya!” Ya Allah selebaynya saya yang petakilan, sradag-sruduk, dan agak somplak ini, nyeees ketika dipanggil seperti itu. Ternyata dikerumuni anak-anak yang rebutan bersalaman rasanya tidak sesepele yang terlihatan. Masuk ke kelas dan disambut dengan antusias itu meaningful. Bisa membuat semua siswa sekelas mengerjakan satu soal cerita matematika bab konfersi waktu itu tidak gampang. Yang depan sudah sampai nomor tiga, yang pojok satu jam sama dengan berapa detik saja belum mudeng. Kalau di rumah saya mengajari Zahra (adik saya) dan dia lemot, “Gung mudeng? Lhah mbak nyerah wes. Tanya ke guru lesmu aja ya nanti.” Tapi ketika sudah dipanggil “Bu Guru” yam au tidak mau, teori keaktifan siswa tidak bisa saklek musti diterapkan. Meskipun untuk kelas empat ke atas sampai SMP saya selalu bilang, “Kita belajar bersama ya. Mungkin di beberapa pelajaran atau beberapa soal kalian malah yang lebih pinter.” Ngelesnya pinter euyy. Iya buibuk pelajaran jaman sekarang sudah rumit dari kelas bawahnya cyiiin. Semakin pusinglah Ibu Farah yang kapasitas ilmu eksaknya ngepres ini.

Bapak Luky

Yang jongkok, bapak Arifin, Farah, bapak Irul, bapak Septian
Yang berdiri bapak Luky, ibu Dita, yang ujung ibu Dian bersama ibu-ibu penggerak PKK
Dulu waktu kelas dua SMK, cerita pengalaman ya. Saya ingat sekali, guru akuntansi saya Pak Idham, bilang begini, “Geriel kamu ndableg banget ya. Njengkelin kalau diajar! Dulu saya jaman SMA juga seperti kamu terus guru saya bilang, suatu hari kamu akan jadi guru Dam.  Dan kamu akan punya murid yang menyebalkan. Semacam karma karena saya dulu ya kayak kamu itu. Ndableg!
Dengan songongnya saya menjawab pada waktu itu, “Maaf, Pak. Karmanya ndak akan turun- temurun. Saya ndak punya cita-cita jadi guru kok.”
Dan dibalaslah oleh beliau,”Naah persis. Dulu jawaban saya juga gitu. Ndak mau jadi guru. Ternyata saya jadi guru juga. Makannya kamu hati-hati saja!”
Euuuh apaaan banget kan ya!

Dan, Pak Idham yang saya sayangi dan hormati. Sekarang saya tahu rasanya betapa mendapat atensi di kelas itu tidak mudah. Miris kalau di beberapa hal ketika kita bertanya tapi tidak ada yang menjawab. Miris lagi kalau mereka diam karena tidak tahu jawabannya. “Coba dijawab, ya. Kalau presiden kita Jokowi gubernur kita siapa ya?” Pertanyaan untuk kelas enam dan lima. Masak buk dijawabnya Jusuf Kalla?? Bu guru ambil hape gugling fotonya Pak Ganjar. Yawlooo

“So, kalau malam begini salam pakai bahasa Inggris berarti pakai Good…..?”
“Good afternoon, Miss.”
Ibu guru lari ambil kertas sama spidol, musti gambar-gambar matahari trus ditempel-tempel di tembok. :-)
“Coba Mas, jujur, merokok dari kelas berapa?”
“Udah lama, dari jaman SD.” (saat pelajaran di  kelas 3 MTs)
“Cerita dong sama ibu, merokok enaknya apa sih, kok sampe terus-terusan padahal kan potong-potong uang jajan itu?”
“Lhawong enak. Lhawong bapak aja ngrokok, kan ndak beli. Rokoknya kan ambil punya bapak, barengan sama bapak.”
Ibu Farah terpaksa tersenyum sambil #mikirkeras!

Ya Tuhan Far, ini belum kalau di pedalaman loh. Bayangkan Sokola Rimba, abang-abang SM3T, kakak-kakak Indonesia Mengajar. Gimana ya mereka? Kok pengen, kok penasaran. Gayamuu ora iling formulir 1000Guru mung didownload ora sido melu gek alasane ana wae. Hehehe :p

Ibu Farah yang banyak ndak cerdasnya sebenarnya tidak terlalu banyak membantu. Hanya semampu yang ibu dan teman-teman ibu bisa. Yang sebenar-benarnya belajar bukan kalian, tapi kami. Kami kalian ajari banyak sekali tanpa kalian pernah sadari. Mengelola emosi, mengambil atensi, berkomunikasi, menghargai dan dihargai, disiplin, teliti, banyaaak. Dan kalian nak, mengajarkan dengan cara yang sangat menyenangkan. Ketika kami sudah hampir kehabisan tenaga kalian punya tingkah polah yang adaaaaa saja. Yang lucu, konyol, polos, kami tertawa, semangat lagi. Atau hal ini, cita-cita! Kami antara senang dan terenyuh ketika kalian bilang, “Nanti aku sekolah sampai ke kota kayak Ibu. Sekolah tinggi ya, terus kerja dapet duit banyak.” Ibu sedih kalau mendengar kalian pasrah akan berhenti sekolah dan menjadi nelayan biasa-biasa saja. Sekolah tinggi, kalau jadi nelayan juga harus sekolah tinggi ya. Ibu belum bisa menjelaskan MEA, pasar global, hingga human capital pada kalian. “Menuntut ilmu ya, dimanapun orang yang berilmu itu dibutuhkan. Semuanya semakin canggih, kapal nelayanpun bakal canggih, pakai alat-alat seperti robot gitu. Nah kalau kalian ndak pandai gimana mau mengoprasikan? Kan susah.” Ibu sebenarnya tidak hebat, hanya mahasiswi biasa Nak yang kuliah dan hobi kluyuran. Tapi sedikit lebih mengerti bahwa sekolah tinggi sampai kapanpun, memegang ilmu akan sangat berguna. Berbahagialah dengan masa kecil kalian. Nikmati dengan belajar banyak hal, bermain sewajarnya permainan. Ibu tidak bilang mengayuh sepeda ke kota kecamatan berpeluh-peluh lalu menghabiskan uang jajan seminggu sewa komputer warnet untuk game itu belajar ya :)) Ibu bahagia sekali ketika kalian rebutan buku cerita dan bersaing cepat menyelesaikan membaca. Berlarian usai mengaji, berebut bola di tepian kali, naik sepeda ramai-ramai hingga ajakan jogging pagi yang jarang ibu penuhi. Belajar dengan gembira ya. Semoga tak bosan sekolah, ibu yakin anak-anak kreatif seperti kalian punya segudang cara membuat pergi ke sekolah menjadi hal yang menyenangkan. Oiya juga mengaji. Betapa ibu sering dibuat malu dengan hafalan Al-Quran kalian. Kalian hebat! Rayakan masa-masa kalian, Nak. Pilih nantinya akan jadi apa, lalu wujudkan. Ingat ya, jadi berguna dengan tidak merugikan orang lain. Semoga setelah kamu tahu bahwa profesi itu tidak hanya nelayan, guru, petani, tentara dan polisi semakin beragamlah cita-cita kalian. Tumbuhlah mimpi dan semangat kalian untuk mewujudkannya. Kita bertemu di sukses dewasamu nanti. Oke, Boy?! ;)







Toss
Ibu Farah yang lagi mumet skripsi


3 komentar:

  1. hahaha endang solekati, greget banget riel muridmu :D kalo liat tingkah polah anak kecil polos polos gini, jadi pingin balik dadi bocah lagi haha

    yawis riel, besok abis km lulus langsung gabung indonesia mengajar aja hihihi kamu kayake telaten ngajar anak-anak kecil :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalo aku liat mereka malah pingin punya anak, ga balik ke masa anak-anak lagi hahaha

      Even that's my dream anyway. Tapi ya ndak tau ding. Let's see ajaah hehe

      Hapus
  2. wkwkwk palingan gedhean dikit juga entar pingin balik jadi bocah lagi.

    yup, biarlah waktu yang menjawab, ;)

    BalasHapus

Yours: