Rabu, 30 Desember 2015

Hujan dan Rumah







Adakah waktu yang membuatmu menjadi begitu rindu rumah, atau sebut saja sebuah tempat dimana kamu memulai perjalanan dan menjadikannya sebuah pulang?
Saya bisa saja sangat rindu ibu, tapi masih sering kami pupus dengan bertelepon, tak harus pulang, tak harus meledak rindu akan rumah. Jadi saat dimana saya rindu rumah bukan ketika ibu bertanya kapan pulang.

Saya bisa saja rindu kamu…. Lalu haiyaah! Gasido deng!

Beberapa hari yang lalu saya dan seorang teman menembus Pantura Semarang-Rembang ditemani hujan. Kami bermotor hingga sesekali dengan pongahnya beberapa mobil dan kendaraan besar menyemprot kami dengan air kubangan yang mereka lalui. Anehnya kami tidak balik memaki-maki, malah seperti bocah kegirangan. Dalam basah kuyub air hujan dan tambahan air kubangan yang menjijikkan itu kami masih bisa menertawakan warna mantel orang yang gonjreng, tulisan di bak belakang truk “Aku tanpa kowe koyok sego kucing ilang karete. Ambyar!”, menertawakan geleng-geleng bapak-bapak usai kesemprot kubangan yang dilalui mobil mewah, hingga gosong dan betapa belangnya kaki saya. hehehe :v

“Tambah deres ya,” teriak saya.
“Mau neduh? Nanti kamu masih naik bis, kalau neduh dulu kamu sampai Surabaya jam berapa, ndak takut kemaleman?”
“Neduh aja, ndak papa.”

Ya, berteduh di emperan. Menunggu hujan reda dan dipaksa langsung melihat guyuran deras hujan hingga petir-petir cetar yang sampai setua ini saya masih sering merem setengah kaget setengah takut karenanya. Disitulah saya akan selalu rindu rumah yang sebenarnya. Betapa bergelung di kasur sambil menumpuk cemilan itu begitu nyaman. Atau sekadar memandang hujan dari balik jendela itu syahdu, sedangkan tertampias hujan di emperan toko itu membuat tambah kedinginan. Rasa aman, “Alhamdulillah sudah sampai rumah,” sering begitu kan. Mungkin ketika perjalanan dengan mobil kita bebes dari tampias pun menggigil kedinginan, tapi tetap saja ingin segara sampai rumah, Layaknya rumah pemberi jaminan asuransi atas nyawamu dengan premi dan claim terbaik.

Diantara diamnya orang-orang yang berteduh mungkin kepala mereka berisi tagihan kartu kredit, dampratan bos kemarin pagi, tugas kuliah yang kampret banyaknya, senyum istri dan anak-anak, kata-kata manis selingkuhan, jodoh yang ditikung teman, ah apasajalah. Tapi setidaknya juga terselip, entah secuil mungkin, terimaksih kepada Yang Rahman. Ketika hujan telah reda perjalanan akan dilanjutkan, akan ada tempat sebagai tujuan untuk pulang. Pada sealakadarnya tempat yang dituju itulah kebersyukuran bercurah. Entah petakan sempit atau yang ruang keluarganya selebar lapangan futsal. Entah yang kamarnya ber-AC atau yang bantal gulingnya keras bau iler. Entah yang dapurnya modern minimalis atau yang hanya punya pojokan berisi piring gelas dan megicom. Setidaknya Yang Maha Pembagi Rizki telah memberi kesempatan untuk pulang dan memiliki tempat berpulang. Rumahmu yang baru tiga kali cicilan, rumah ibumu, rumah mertuamu, rumah kontrakanmu, mungkin juga serakan tempat mana saja yang sudah kau jatuhi hati sebagai rumahmu.


Tabik,

Gadis rumahan penggerilya kulkas waktu dini hari :D



0 komentar:

Posting Komentar

Yours: