Sabtu, 22 Agustus 2015

Puncak Banyak Angkrem, Seandainya ada Gelembung Warna di Atas Kepalamu




Kabut dan awan, putih dan biru seperti hati yang sedang tak tahu arah harus berwarna apa. Petakilan, konyol, heboh, dan tawa-tawa kurang ajar saya bisa menepi, menyisakan gumpal lain, adalah sekadar duduk diam menunggu kuning keemasan matahari. Kami berenam (MbakDanish, Mbak Ochi, Mbak Sari, dua penduduk lokal, dan saya) telah sampai di atas batu besar di Puncak Banyak Angkrem. Asing ya?

Malam sebelumnya kami menerobos gerimis hampir sepanjang Semarang-Magelang, singgah sebentar untuk makan malam alakadarnya dan sampai di kediaman Pak Yuwono sekitar pukul sepuluh malam. Subhanalloh rejeki gadis-gadis sholehah sambutan penduduk benar-benar hangat. Dusun yang kami tuju adalah Dusun Jetis, Desa Menoreh, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang. Bapak paruh baya yang saya panggil Babe sedang membantu merintis desa loka wisata, sastra, dan buday. Saya dan Mbak Ochi akrab dengan beliau setelah sempat bersama dalam beberapa acara sastra. Babe kemudian mengenalkan kami dengan Pak Yuwono sebagai tokoh masyarakat setempat. Obrolan dengan warga begitu gayeng. Kami juga memutuskan untuk bermalam di kediaman pak Yuwono dan memulai trekking esok sebelum subuh. “Nanti ditemani mas-mas ini mawon mbak. Karena memang ndak ada petunjuk arahnya, daripada kesasar,” ujar beliau mengingat obrolan kami baru usai lewat tengah malam.

Matur nuwun sanget, Babe :)

Obrolannya kemana-mana


Grubi, makanan khas terbuat dari singkong dan gula merah


Alarm kami menyala sekitar pukul tiga. Saya masih ketap-ketip didalam sleeping bag. Mata kami baru terpejem kurang dari  satu jam. Ah sudahlah pemalas! Akhirnya kami mulai trekking pukul 3.30. Lagi-lagi fisik saya yang tidak sekuat teman-teman membuat saya berjalan paling belakang.  Ransel saya sempat dibawakan warga lokal yang menemani kami (Maaf, saya lupa namanya, tapi masih hafal wajahnya, Duh!) meskipun tidak terlalu lama. Tenaga saya kembali ada usai makan beberapa kerat wafer keju dan digelontor air mineral. “Oalaaah kamu laper,” kata Mbak Ochi. Hehehe iya orang lain mah baperan kalau saya orangnya laperan :p


Putih atau biru?


Dan, beginilah kabut dan awan yang tidak ingin saya diskripsikan dengan kata-kata. Puncak Banyak Angkrem, Pegunungan Menoreh, Selamat mengimaji! Kakimu berada diantara batu-batu kokoh itu, matamu memandang tanpa tahu apa batasnya, nafasmu panjang dan dalam. Tersenyum selebar yang dimampu bibir, trimakasih Tuhan, saya terberkati, hidup saya sangat terbekati.

Mas Sin yang mengantar kami



Mbak Danis dan dunianya :D






Jadi, sudah ketemu apa warnamu? Putih seperti kabut, atau biru seperti awan. Jadi, jika ketenangan sudah puas tercecap, duduk diam sudah tertunaikan, lalu apa? KEMBALI CERIA! Sesederhana itu cara saya, karena setiap manusia tentu punya sisi lain. Diantara petakilan yang “katanya” kekanakan sayapun butuh menjadi pendiam, sejenak. Tidak selamanya yang ceria seperti jingga menyala terus-menerus menjadi jingga. Bisa putih, bisa biru, bisa kelabu, andai manusia bisa menyimpan gelembung-gelembung warna di atas kepalanya. Ah kan, “seandainya” ciptaan saya suka ngelantur, maafkeun :’)





One of the thing which I call happiness, MAKAN :p


Dan saat turun, Ya Tuhan sekarang kau butuh warna merah Teman, jika memang iya merah itu artinya berani. Nikmati keterjalannya ya, tadi diawal saya lupa cerita. Oya trekking tanpa kesasar kurang lebih 1,5 sampai 2 jam, treknya…. nanjaknya lumayan sih, tapi ada bonusnya. Sebelum puncak ada batu besar sekali yang harus dilewati. Satu hal, saya kepikiran gelundung dan takut mati karena glundung waktu melewati batu ini. Silakan dibayangkan sendiri ya, better kalau melengkapi diri dengan webbing.

Ini yang saya lupa namanya :(

Mbak Danish juga takut glundung, sama


Yang kami pegang, tugu perbatasan Magelang-Purwodadi



Andai ada gelembung di atas kepala saya, pasti sekarang warnanya jingga karena saya bahagia bisa berbagi cerita tentang tempat indah ini. Duduk di bebatuannya seolah memberi warna putih dan biru karena saya mengartikan dua warna itu sebagai ketengan. Tapi tolong ya, tempat ini masih perawan, dinikmati saja, jangan diperkosa seperti puncak-puncak yang tidak terlalu tinggi lainnya. Tahu kenapa, biar kita sama-sama memiliki warna jingga, jingga sama dengan bahagia. Tidak hanya kita, tapi juga anak dan cucu nantinya. I love you :*








Jika butuh informasi lebih lengkap bisa langsung kontak Pak Yuwono fia Facebook.
Semua foto diambil menggunakan kamera Mbak Ochi, kami mengcapture bergantian. Foto dengan angle yang bagus biasanya hasil jepretan Mbak Ochi sih hehe :p

9 komentar:

  1. cakeeep amat viewnya! sayang ga berani naik gunung. :"

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hallo Putri :) Gapapa gausah ngoyo. Gimana kalau nyoba bukit-bukit aja dulu. Atau ga harus gunung juga kok, Indonesia kaya akan view cakeeep ;)

      Hapus
  2. Keren banget view nya, Indonesia memang memiliki sejuta cerita :-D

    Visit juga blog saya: www.hanifbonbon.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yaps, Indonesia adalah cerita yang tak terputus.
      Oh ya blogmu menarik Fik :D

      Hapus
  3. Wih keren nih viewnya! Harus dicoba nanti suatu saat kalo mampir Magelang :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sangat disarankan untuk mencoba Irham, selamat bertualang :)

      Hapus
  4. pemandangannya bikin adem dimata, malah baru tau kalo di magelang ada tempat bagus selain di merbabu hahaha :D

    Wiiii Grubi, pernah coba beberapa kali enak sih rasanya, tapi digusi menyiksa banget hihihi sering nancep" XD

    BalasHapus
    Balasan
    1. Buanyaaak loh. Aku niatan juga mau mlipir Punthuk Setumbu tapi belom kesampean juga.
      Bisa lihat pembuatan grubi langsung Gung di sana, fresh from the oven :)

      Hapus
  5. Mantap mbak, Gunung Pribadiku kuwi. salam admin belalang tua

    BalasHapus

Yours: