Minggu, 02 April 2017

Bromo: Misi Mengakhiri Bayak “Ah Sudahlah”



“Kok nggak nulis lagi? Aku suka loh baca blog kamu yang bagian putus cinta dan patah hati. Jadinya aku merasa nggak sendiri, ada juga orang yang percintaannya nggak bahagia, atau lebih parah malah!”

Taukah aku ingin membalas pesan tersebut dengan, “Bangsat!” tapi karena aku sholehah (sableng) kubalas dengan untaian doa-doa percintaan dua insan. Kan, gila! Ini bukan kali pertama ada pesan beginian. Hmm, aku menulis tentang perpisahan di blog adalah bentuk terimakasihku kepada orang- orang yang (pernah) kucintai, kemudian karena satu dan lain hal aku tidak bisa meneruskannya (opossee). Baik banget kan, udah disakitin masih nyeritain, itu nggak gampang loh, ada perang badar di dalam hatiku (kalo yang ini ngetiknya sambil ngakak).

Aku sampai pada fase menertawakan postingan-postingan percintaan di blogku sendiri, yang sedikit drama banyak rindunya. AH SUDAHLAH, namanya juga anak muda. Sekarang umurku dua puluh tiga lebih beberapa bulan, aku merasa sudah cukup tua dan enggan untuk banyak berdrama. Satu  setengah bulan setelah wisuda aku resmi bekerja di Kediri. Jika dulu aku berkoar sebagai mahasiswa bahagia, menertawakan buruh kelas menengah ngehe yang terbungkuk-bungkuk di depan komputer dari pagi hingga sore, Demi Tuhan aku kualat! Ya, nyatanya sekarang aku juga buruh yang berangkat naik sepeda motor pagi-pagi dan pulang malam hari. Nikmat? Nikmat dong!

Memegang kata-kata, “Bahagia ada di tanganmu sendiri,” membuatku dipaksa terbiasa mengalihkan kebosanan sendiri. Pergi ke warung kopi, ke toko buku, atau membaca di kamar jadi lebih sering kulakukan untuk mengisi waktu luang ketimbang travelling (apalagi pacaran, eh).  Entah, sekarang aku malas senekat dulu untuk uculan dolan sendiri atau hanya berdua semacam mbolang kata orang-orang. Jika dulu aku hampir tak pernah ikut paket tour, maka sekarang lain halnya. Ikut paket tour memungkinkan segala yang buruk-buruk seperti nggak kebagian mobil, mobil rusak, kesasar, dan lain sebagainya terminimalisir. Tenaga terbuang sia-sia juga tidak banyak, toh senin pagi harus bekerja.

“Akhir bulan yang melelahkaaaaaaan.”
“AH SUDAHLAH. NGGAK PAPA BESOK KITA BUDAL DOLAN.”

Nah adik-adik yang belum lulus, jika kamu mencibir kelas pekerja dengan bilang, “Kehidupan luar kampus itu lebih memuakkan daripada kampusmu yang katamu sekarang memuakkan!” Kujawab ya, muak tidaknya, semua ada ditanganmu, le!

AH SUDAHLAH. Aku dan beberapa teman pergi ke Bromo Jumat malam sepulang kerja. Aku menjaga untuk tidak teriak-teriak “butuh piknik” sebisaku.  Kalau ada rejeki ya week end berangkat, gitu saja. Ibuku selalu bilang, nggak usah norak, kamu bukan satu-satunya orang yang kerja dan pingin jalan-jalan! Benar-benar Tuhan suruh aku pulang ke Kediri, dekat dengan ibu, supaya hidupku makin sederhana. Nggak rumit, dan mengurangi drama, dididik lagi langsung!

Mungkin sudah banyak yang tahu menuju Bromo bisa melalui tiga jalur, Tumpang-Malang, Nongko Jajar-Pasuruan, dan Probolinggo. Sila googling saja ya karena ini memang bukan catatan perjalanan. Aku tak bisa menceritakan banyak hal menuju Bromo karena sepanjang Malang-Bromo matanya merem. Pukul sebelas lebih kami sampai di rumah Bu Oli, seorang teman,  di daerah Sukun. Dari sini perjalanan dilanjutkan dengan mobil hart top ke arah Tumpang . Kok ya bisa naek hart top tidur? Saking pulesnya ngga kerasa kejedot-jedot, baru sadar waktu turun, kepalanya ngilu-ngilu benjol.  

Bromo sedang tidak terlalu dingin menurutku. Kali itu aku hanya memakai kaus lengan panjang dan jaket kain, Alhamdulillah tidak menggigil. Kalau toh kedinginan parah dan jaket kurang hangat, di sana juga ada penyewaan jaket seharga lima sampai dua puluh ribu. Aku rindu tracking, jujur saja. Di bromo jalan sudah beraspal mulus, dan ada tangga-tangga menuju Penanjakan tempat melihat sun rise.  Sudah lama sekali aku tidak main ke gunung. Giliran sudah dikabulkan Tuhan main ke gunung aku masih protes, kok nggak ada trackingnya.Menungsoo!

Penanjakan punya tempat duduk bersemen untuk melihat sunrise. Aku bisa memesan pop mie atau energen sembari ketawa-ketiwi bareng teman-teman.  Aku dan ratusan orang menunggu matahari terbit.  Apa mau dikata, kabut tebal, proses matahati terbit tak tampak. Tau-tau matahari sudah mentor-mentor  di atas, hampir pukul tujuh.  Kami kembali ke mobil, melanjutkan perjalanan ke kawah Bromo, pasir berbisik, dan bukit Teletubies.
Kubagi saja beberapa fotonya ya, mungkin kau sedang rindu Bromo dan malas membaca tulisanku kalau terlalu panjang. Ketahuilah aku tak pandai mengedit, aku gaptek, jadi kalau menurutmu bagus ya memang karena Bromo bagus. Dan, maafkan aku tidak terlalu banyak memotret gunungnya karena teman-temanku suka sekali difoto. Dan selebihnya aku sangat menikmati bengong melihat lalu-lalang orang.


Itu jalan ke kawah. Aku nggak naik, aku makan nasi rames di bawah :))
Ini Mba Esti, aku yang motret. Pas udah cropping sama editing hasilnya kayak foto di  katalog mobil. :p

Ibu dan anak adalah objek foto yang selalu menarik!

Katalog mobil ke sekian-sekian

Dasar, kuda! 

Sabanaaaaaaa


Aku sudah pernah melihat matahari terbit di gunung, kawah, sabana, dan sekawanannya. Sekarang aku tak seperti dulu yang jingkrak-jingkrak saking senengnya. Aku sangat bahagia bisa ke gunung lagi, tapi tidak seheboh dulu. Satu yang kusarankan biar pengalamanmu mengunjungi Bromo agak berbeda. Kemarin itu, aku, mas Yunus, dan Mas Aldi naik ke atas mobil hart top dalam perjalanan dari kawasan kawah menuju Pasir Berbisik. Nah, untuk yang ini norakku muncul lagi. Aku bisa tereak-tereak. Jujur aku takut naik roller coaster, aku hanya pernah beberapa kali. Rasanya naik di atas hart top yang sedang melaju seperti naik roller coaster. Tapi aku berani, karena menurutku tidak ada kemungkinan lintasan patah atau baut pengaman protol. Padahal lebih besar kemungkinan jatuh dari atas hart top karena tentu saja nggak ada sabuk pengaman. Sebegitu bodoh dan nggak rasional itu otakku hahaha.


Aurat, Mbaaa!

Ma roller coaster

Begitulah, menghabiskan Sabtu-Minggu caraku ketika agak ada duit dan tidak benturan waktu dengan acara tertentu. Masih banyak tempat yang ingin sekali kukunjungi. Tapi, AH SUDAHLAH, aku sudah berjanji tak mau banyak drama bukan? Kedepan mungkin jika tidak malas aku akan banyak menulis hal-hal sederhana tentang kehidupan buruh di kota kecil. Bagi sebagian orang hidupku tak menarik, bahkan ada yang dengan terang-terangan bilang, “Kamu nggak ke Jakarta aja, serius? Eman-eman ya masih muda lo.” AH SUDAHLAH, aku tetap percaya bahagiaku aku sendiri yang pegang. Dan satu lagi, aku dididik waktu untuk menjadi lebih sederhana. Jadi no more drama-drama yaaaaa……

Kling, eh ponselku bunyi.
Kubuka whatsapp, membaca percakapan.
X: “Did I tell you I ever almost loved you?”
Y: “I know”
X: “Can we just meet again? I mean someday?”
Y: “Hmm… maybe.”
Kuketik.
X: “AH SUDAHLAH. Tidur, besok kerja. Night :)
Y: “Night.”

Damn! Boleh aku ingkar janji menulis, duh drama ini. Hahahahaha AH SUDAHLAH!





*Diselesaikan beberapa hari sebelum di-upload, sambil muter lagu Pewe Gaskins berjudul We Just Friend*









-Semua foto diambil dengan kameraku dan kamera Mas Yunus-





















0 komentar:

Posting Komentar

Yours: