Selasa, 19 Januari 2016

Mama Adek Capek Ma !




Malam Minggu. Seharusnya saya sedang duduk berdua dengan entah siapa membicarakan film yang barusan ditonton atau tertawa lepas usai meributkan sneakers itu bisa dipakai ke kawinan atau tidak sambil makan es krim. Hahaha. Nyatanya saya di sini, di antara kotakan-kotakan permainan Time Zone, nyempil duduk momong ponakan.  Hampir setengah jam hanya mengurut layar handphone, membaca beberapa artikel atau membalas satu dua pesan. Sampai daya batrei melemah, dan apalagi kalau bukan bengong menunggu mereka puas bermain.  Namanya juga Time Zone pas malam minggu,  rame.  Isinya remaja, anak-anak, dan tentu saja emak-emaknya. Kebetulan kayu melingkar berlapis busa yang saya duduki dekat dengan arena mandi bola. Bocah-bocah nan menggemaskan bermain di dalam, ada yang nangis rebutan entah apa, selebihnya tertawa-tawa ramai. Lucu ya mereka.  

Tingkat kekurangkerjaan saya akan meningkat apabila sedang bengong. Hehehe dan suka lebay. Ceritanya di sebelah saya duduk ada seorang ibu muda cantik (make up on ya cyin) sedang bersusah payah merekam seorang anak laki-laki yang sedang bermain Maximum Tune. “Adek sini liat kamera, “ bujuk ibu lembut. Si adek sedang sangat serius, tidak bisa diganggu. Mungkin tinggal seperempat lap dia akan menang, harus fokus! “Adek, sini liat mama!” bujuk ibunya lagi dan tetap tidak digubris. Si ibu tidak kurang akal. “Yaudah, di foto aja kalau video nggak mau. Sini liat mama bentar. Bentar aja, Adek!” Ibu ini mungkin sedikit jengkel kali ya, tangannya maju memutar kepala si anak kemudian beberapa kali flash dari kamera handphone menyala. Taraaaa anaknya ngambek. Marah-marah. Merasa terganggu. Ya Alloh kok miris ya melihat ibu dan anak ini ribut. Dan ternyata, ibu tadi bukan satu-satunya yang (sedikit) ngoyo mengabadikan momen anak sedang bermain. Pandangan saya beredar ke area Time Zone yang tidak terlalu luas. Ada yang anak, bapak, emak bisa kompak ceria selfie, ada yang emaknya hebat candid, dan yang lebih banyak sih semangat emak tidak diimbangi dengan kemauan anak untuk difoto atau divideo.

Bagaimana rasanya menjadi ibu? Bagaimana rasanya menjadi ibu muda dengan anak pertama yang montok, berambut kriwil, menggemaskan, murah senyum, dan banyak tingkah? Dan saya belum tahu jawabannya. Karena saya belum mengalami fase menjadi ibu muda, jadi ocehan saya ini sangat asumtif. Mungkin, rasanya sangat excited. Bocah yang lucu, berjalan seperti robot atau seperti mobil remote yang penuh batrai nubruk-nubruk, tertawanya, tidur pulasnya, mengucapkan beberapa kata yang baru dibisa, makan es krim sundae blepotan semuka, bahkan mungkin sampai ngambek nangis jerit-jerit tetap punya sisi menggemaskan. Anak-anak, apalagi anak sendiri, ibarat kata melebihi harta benda dan setara dunia ya.  Aaaaak jadi pingin bikin! Ngaco :p

Rasa senang dan bangga adalah sesuatu yang sangat manusiawi bukan? Kesenangan dan kebanggaan itu yang mungkin juga ingin dibagi ke sanak saudara, sahabat, atau bahkan orang-orang yang sekadar kenal akun dan display picture. Pun saya, calon ibu yang mengusaikan masa remaja di era Instagram, facebook, twitter, youtube dan sekawannya sebagai sepersekian persen nafas hidup, kepincut juga dengan cara pengabadian momen tersebut. Lucuuuuk bang, nanti bikin ginian pakek drone ya bang. Halah.

Memotret atau memvideokan anak-anak bukan sesuatu yang mudah. Mereka sulit diarahkan. “Dek gini, dek!” “Dek gitu, dek!” “Kakak giginya keliatin!” “Sayang angkat tangannya dadah!” “Nak angkat kakinya, Nak!”…. Mama aku njlungup Ma! Ma udah Ma, aku capek Ma! hahaha . Saya pernah stalking akun Instagram seseorang yang upload video maupun foto anaknya mencapai seribu postingan lebih. Ada yang videonya beruntutan satu dengan yang lain. Ketika pergi ke suatu tempat video yang dibikin si ibu mulai persiapan ganti baju, berdoa masuk mobil, turun dari mobil anaknya jalan dititah, sampai ke tempat tujuan, mau mulai makan, dan ketika makan. Allohuakbar.. itung sendiri ya. “Tapi liat yang minta bikin postingan lagi banyak kok. Liat anaknya juga seneng ketawa-ketawa gitu. Lucu!,” hati saya berbantahan (alah lebayy). Ya maksudnya kadang pula kan anak-anak itu bosen sih dikiter-kiterin gitu. Tapi ada juga yang katanya memang anaknya banci kamera. Ya dunno ding.

Kadang orang dewasa itu egois (saya banget), suka maksa-maksa. Bikin foto atau video sah-sah saja asal masih dalam batas wajar. Wajar tidaknya bukan relatif, saklek, menurut saya sih. Batasnya kenyamanan si anak. Ingat bagaimana Lady Diana berantem sama wartawan yang ngglibetin Pangeran Harry? Yakalik semua ibu pingin bikin anaknya nyaman kan. Naaah, kalau (ngoyo) motret sampai bikin anak ngambek gitu kan sepertinya kurang baik. Ih ni bocah tau apa sih tentang bahagianya punya anak sama iphone six. Hahaha memang kan saya hobinya sok tahu hehe Engga ding. Menulis terkadang jadi rambu-rambu bagi diri saya sendiri. Eh bocah, lu pernah nulis gini loh, nggak inget?! Jadi ketika saya telah berada di posisi itu, emak-emak, saya bisa ingat bahwa memotret dan mem-video itu harus senyamannya anak. Jangan lagi seperti apa yang pernah saya ngedumelin  di blog. Meskipun entah pas saya punya anak nanti apa Instagram masih digandrungi atau tidak.

Pada intinya seorang ibu selalu ingin mengusahakan bahwa dekapannya adalah yang memberi ketentraman tanpa batasan. Tempat pulang sehangat rahim. Kasih sayang yang biasa namun terus tanpa putus. Ibu mana yang pingin anaknya nggak nyaman? Retoris, ya nggak ada lah. Kalau pada akhirnya dibeberapa kasus malah terjadi sebaliknya mungkin karena ada kesalah interaksi keduanya. Ada ibu yang keras, ada yang mengikuti apa yang anak mau, ada yang feudal, ada yang liberal, prakmatis, skeptis..kebablasen.

Misalkan, ibu ingin langkah kaki pertama anak menjadi momen yang diketahui banyak orang. Itu bentuk cintanya, kebanggannya karena punya anak yang sehat. Tapi si anak yang belum bisa mengeluarkan pendapat kan tidak pernah memberi tahu mereka nyaman tidak dibegitukan. “Nanti biar jadi kenang-kenangan.” Apakah kenangan harus sebanyak itu? Personal mungkin ya. Pokonya Mama jangan lebay videoin Adek. Adek capek Ma.

--- --- ---


“Mbaaaak, temenin ngepam mbak! Aku ndak onok musue mbak!” teriakan ponakan. Buyar seketika celotehan bengong di dalam kepala. Saya menunduk menatap rok panjang warna biru tua dan sepasang sneakers yang bertengger di telapak kaki. Calon emak-emak masih doyan pakek rok sepatuan sneakers gini, dan masih diajakin ngepam! Kayaknya iseh suwe bwaaaanget siapmu dadi ibu, mbak! Hahaha






Tabik
(calon) emak anak-anakmu bang :p











Categories: , , ,

0 komentar:

Posting Komentar

Yours: