Satu. Kamu adalah
kebahagiaan yang sangking bahagianya hingga saya ‘umpati’ tanpa pretensi, tanpa
amarah.
Dua. Kamu
memabukkan, tapi tidak membuat saya kehilangan akal kewarasan.
Tiga. Kamu adalah
yang membuat bayak hal terterobos dengan persetan.
Empat. Kamu
menerbangkan saya seperti fly saat menghisap ganja padahal kamu tahu saya tidak
punya sayap.
Lima. Kamu tidak
pernah bersalah.
Enam. Kamu yang
membuat saya tahu arti menyerah.
Tujuh.
Peri
bersayap kecil. Tadi saya mengeja namanya hingga lupa diri seperti bahagia usai
menenggak vodka. Saya mabuk, iya.
Suatu
hari saya pergi ke bar mencari bahagia niatnya. Saya bahagia, mabuk, lupa diri.
Kemudian pulang, tersandung, jatuh berdebam, diguyur hujan hingga sadar.
Kemudian refleks mengumpat keras-keras. Kurang ajar benar bibir, tidak waras
benar otak, jika sepanjang umpatan yang mampu dikeluarkannya hanya namamu dan
“sayangku”. Jika kamu sudi membangun imaji begitulah fragmen kita, fragmen saya
oh ya.
Satu. Kamu adalah kebahagiaan yang sangking bahagianya hingga saya ‘umpati’
tanpa pretensi, tanpa amarah.
Tidak
ada jeda antara menjadi laki-laki kalut dan menjadi seperti raja di surga. Saya
bisa berlimpah bahagia hanya dengan mendengar gumamanmu mengikuti Ari Lasso
menyanyi di panggung. Saya tidak
berharap pindah ke area festival konser biar bisa menggandeng tanganmu atau
memelukmu dari belakang. Senyummu di bawah lighting
remang-remang saya nikmati saat kita bersampingan, saya telah sangat
berterimakasih. Betapa semesta memberikan ketenangan secara perlahan. Saya
ingin melihat senyum kamu sesering video
call ABG LDR, tapi saya tahu itu hanya ingin. Karena kebutuhan saya yang
didengar semesta adalah melihat senyummu malah meredakan segala yang
berdentuman untuk memiliki kamu. Sedangkan milik-kepemilikan terkesan sangat
komersil. Saya menyangi kamu, dan saya kecanduan melihat kamu bahagia. Itu saja
setahu saya. “Mas, aku seneng banget. Trimakasih ya,” teriakmu timbul tenggelam
diantara dentum drum untuk intro lagu. “Seneng!”
Dua. Kamu memabukkan, tapi tidak membuat saya kehilangan akal kewarasan.
Saya
tidak sama sekali lupa diri, saya sadar sesadar-sadarnya bahwa saya
menjerembabkan diri saya sendiri dengan suka rela pada candu, bernama kamu.
Lelaki
macam apa saya, peduli amat. Tetiba kalut, tetiba ingin bertemu, seberserakan
rindu, tak tahu. “Kamu kayak bukan kamu!” Telinga saya tidak tuli, gamblang
kata-kata seperti itu masuk lubangnya. Saya tidak dibutakan pun ditulikan,
hanya menjadi pandai saja mengesampingkan perkataan teman-teman. Kamu tahu
sayangku, membaca pesan-pesan BBM-mu membuat hidup seperti selalu terburu-buru.
Kapan saya bisa menggeber kendaraan hingga segera sampai kotamu? Saya butuh
bertemu, sumpah apa ketahuilah saya tersiksa. “Maaf ya. Aku lagi banyak
kerjaan, kamu ke sini aku ndak bisa menemani.” Tuhan bilang apa, mungkin kalau
kita bertemu saya akan tergesa dan malah kamu yang tersiksa. Mungkin Tuhan
menguji sabar saya yang pas-pasan kadarnya. Mungkin Tuhan mau saya berproses
untuk mendewasa. Apalah sulitnya menghargai pekerjaanmu untuk menunda bertemu.
Mukin…. “Mungkin bukan dia yang terbaik, Bro. Kamu tidak bisa terus seperti
ini.” Asyalan, teman-temanku nyerocos begitu.
Tiga. Kamu adalah yang membuat bayak hal terterobos dengan persetan.
Adalah
teguk kopi terakhir pada cangkir kedua. Usai membaca pesan whatsapp di ponsel, saya berdiri
membayar dengan beberapa lembar rupiah kemudian pergi. Saya kembali ke kota
saya, pekerjaan sudah menanti. Di seberang jalan sana, hanya beberapa hasta kamu
sedang menunggu pergantian sift. Sedang duduk melamun siapa tahu ada panggilan
pasien, bisa juga sedang memeriksa ibu-ibu tua yang menjadi tenang setelah kamu
senyumi, atau mengecek jahitan seorang balita dengan wajah tabah yang membuat
orang tuanya percaya bahwa putranya akan baik-baik saja. Seharusnya saya
berlari membeli sekotak makan siang, menyusuri bau kreolin dan menemanimu makan
siang di ruangan. Tak butuh kamu tahu betapa setiap pagi saya hobi menembus
dingin kotamu kemudian menghangatkan diri dengan kopi di warung kumuh dekat
tempatmu bekerja. Awalnya begitu,awalnya saya sudah bahagia dengan berada dekat
denganmu saja tanpa perlu kamu tahu. Tapi, rasa ini ngelunjak, senormalnya manusia. Ternyata saya lebih bahagia jika kamu tshu bunga yang kusuruh seorang teman antarkan ke tempat tinggalmu adalah pemberian
saya. Lebih merasa hidup ketika kamu tahu saya sepenuhnya mencemaskan sehatmu
yang bekerja di lingkungan dengan banyak penyakit. Lebih bersemangat ketika
pagi dan mendengar kamu menyemangati saya dengan ceria. Lebih rindu jika
mendengar manjamu. Apa saya berlebihan?
Empat. Kamu menerbangkan saya seperti fly saat menghisap ganja padahal kamu
tahu saya tidak punya sayap.
Jangan
jatuh cinta. Tapi jangan menjauh. Jangan berhenti membuat senang. Tapi jangan
mengukir harap. Jangan abaikan saya. Jangan menuntut balik kebahagian.
Lima. Kamu tidak pernah bersalah.
Tuhan
kelebihan murah hati saat jatah pesona dibagikan di rahim ibumu. Anugrah. Dan
kamu tidak pernah salah.
Enam. Kamu yang membuat saya tahu arti menyerah.
Orang
lain menyerah setelah lelah. Kenapa saya tidak? Ini bukan tiba-tiba, suatu pagi
saya tahu kamu telah lebih bahagia jika tanpa saya. Dunia hening dua puluh
detik. Saya disadarkan! Sebenarnya apa mau saya selama ini? Memiliki kamu?
Bodoh! Itu bukan saya! Itu bukan saya! Kamu butuh bahagia, dan belum tentu
butuh saya disisi kamu selalu. “Iya, dia mas. Belum lama kok mas. Aku bahagia,
Alhamdulillah.” Samasekali aku tidak ingin berhenti, tapi aku menyerah. Tuhan,
jika ini mau-Mu.
Saya
tahu ternyata menyerah adalah bercakap dengan Tuhan, semacam “Hey ternyata
mauku tidak bisa dipaksa seperti menjejalkan durian kemulut temanku yang jijik.
Berarti kalau dipaksa kan menjijikkan ya. Yuk nego lah, Mau-Nya Tuhan apa?”
Aku
sudah jungkir balik sepenuh hidup setengah mati. Lalu menyerah di pelukan
Tuhan. Aku menyayangimu Peri Bersayap Kecil.
Tujuh. Saya menceritakan
kisah ini kepada perempuan sok tau dan sok tua, mantan gebetan sahabat saya
karena dia selalu kurang kerjaan menulis apa saja dengan perjanjian lima cup sbux (saja) saat dia pulang kampung nanti.
Dan Hey nanti kalau kamu punya anak….
Nak, kisah papamu anak cinta banget ya. Biar endingnya tidak karuan begitu,
biar dituntaskan sendiri. Tante Geriel nda pernah cinta-cintaan semodel itu.
Taunya ngributin sepele-sepele semacam mantan tiri, janji-janji gulali, alis,
cantik-cantikan, langsing dan behel gigi :P
???????????
BalasHapusEbusett itu tanda tanyanya sebelas biji deh mas ya, ndak kurang? haha
Hapus