Jumat, 10 Mei 2013

TOKO OEN Semarang, Break Through The Time Space and Back to The Past




Berjalan-jalan di kota rantau saya, Semarang, Jawa Tengah. Sebelum pindah ke sini, sudah tersusun tempat-tempat mana saja yang harus dikunjungi. Kebetulan siang itu lidah teman saya nyidam es krim. “Bosen ah es krim deket pengkolan,”kata dia. Wah, saya ingat tempat keren di Semarang yang menjual es krim. “Toko Oen yuh. Biar kaya noni Belandah gitu. Heheg” Sinta Arie, teman saya, langsung semangat. Saya buka-buka file tentang toko Oen, oke..Jalan Pemuda 52, depan Sri Ratu.


 Menurut informasi yang saya tahu sampi saat ini Toko Oen masih bertahan di Jakarta, Malang, dan Semarang. Toko Oen adalah restoran milik keturunan Tionghoa yang sudah berdiri sejak zaman penjajahan Belanda. Bangunan berarsitektur Belanda menjadi kekhasan yang sangat melekat. Dulu saya pertama tahu Toko Oen yang di Malang. Masih ingat kata teman saya kera ngalam, “Lumayan berasa di kantong kelas kita-kita, Non.” Kelihatan sih.. yang dijual sejarah juga, bray..





Masuk ke dalam Toko Oen yang tidak terlalu besar kami disambut dengan senyum pelayan yang ramah. Meja-meja hanya terisi beberapa saja siang itu, terkesan sepi dan tenang. Kalau versi saya sih.. yang cozy tuh yang beginian. Lanjut.. saya memesan es krim mocca dan satu kroket. Padahal kepinginnya Poffertjes, gara-gara kata si Sinta Arie itu kue lumayan enak, dia yang udah pernah nyoba. Tapi kata mbaknya “Kosong, mbak.” Sedangkan Sinta mencoba Rhum Raisin dan Bittenbollen. Rhum Raisin teksturnya lebih lembut dibanding es krim Mocca. Es krim vanila dengan taburan rum diatasnya, manisnya berpadu dengan sensasi wangi dan samar-samar pahit, semakin enak.. pengen lagi.. (soalnya cuma nyomot punya Sinta Arie sesendok). Sedangkan yang mocca, saya suka wangi moccanya, kentel banget. Perpaduan gula dan susunya juga pas untuk ukuran saya yang tidak terlalu suka manis.. karna saya udah manis sih :P 
Menunggu pesanan kroket, yang ini jujur...lama
Mengenai rasa, balik lagi karena penilaian rasa itu relatif, kalau saya ya rasanya kroket gimana sih.. gurih, dicampur saus.. enak, kan gitu. Bittenballen sama saja sebenarnya dengan kroket, ini versi Belandanya saja. Rasa dan sausnya sama saja, hanya bentuk bola-bola kecil yang membedakan.
Kami berdua menikmati dua penganan ini sambil curhat ngalor ngidul, saparti biasaah.
Es Krim Mocca
Es Krim Rum Raisin

Kroket

Bitterballen
Dari koran gratis yang diberikan kasir ada sebuah artikel tentang Toko Oen berjudul Time Stop and Tongue Dance. Hmm.. time stop.. mungkin untuk mbah putri yang sedang ingin bernostalgia tempat ini harus didatangi. Suasana Toko Oen secara garis besar tidak dirubah, tapi tentu penambahan fasilitas seperti AC mereka lakukan. Duduk menikmati ketenangan membuat saya melamun membayangkan andai saya sudah tua nanti, apa restoran in masih ada ya.. datang kemari bersama suami saya yang sudah keriput tapi saya masih cantik..lhoh, keriput tapi tetap cantik ding :p
Oh, nostalgia... hobi melamun itu terkadang nikmat.


Masih dari koran gratis tadi ada beberapa informasi tentang Toko Oen yang bisa dibagi. Jadi restoran ini berdiri sejak 1936, pada mulanya restoran ini hanya cabang dari Toko Oen yang pertama berdiri di Jogja pada 1925. Sayangnya restoran yang paling awal ini malah tidak mampu bertahan. Nama Oen diambil dari Oen Tjoen Hok, sang pemilik. Resep yang digunakan hingga saat ini adalah warisan dari Nyonya Oen. Sekarang Toko Oen Semarang dipegang oleh generasi ke tiga, Jenny Kalalo, setelah generasi sebelumnya adalah Sirnawati, ibu Jenny. Menu yang mereka tawarkan meliputi masakan Belanda, China, dan Indonesia. Dulu Toko Oen amat terkenal di kalangan bangsawan Belanda, dan tak jarang juga China dan Indonesia. Keberadaan restoran yang hanya berawal dari kedai roti kecil ini berkembang dengan cepat. Kejayaan Toko Oen Semarang masa lampau masih berhembus hingga sekarang, at least itu yang saya rasakan.


Tidak ada salahnya datang dan mencoba. Saya belum mencapai taraf nostalgia jika ke mari. Kalau nostalgia dengan gambar-gambar di buku sejarah atau foto-foto mbah kakung yang mungkin iya. Apalah itu semua, saya suka tempat ini. Semarang sisi pemutar wakt.
Sekian.


Categories:

0 komentar:

Posting Komentar

Yours: