Sabtu, 24 Mei 2014

Crashed after the Sunset, Only Got a Moon Light, more even a Candle Light






Kepada rindu yang selalu memburu. Keji, dia terlalu sombong untuk mau tahu bagaimana rasaku. Aih, saya rindu senja, sebegitu rindunya duduk terdiam di tepian pantai menatap jingga. Iseng, sore usai sholat Ashar saya dan lima teman budiman, menawan, sedikit dermawan,  berangkat ke Jepara. “Ngejar senja Bandengan yuh,” ajakan iseng saya ternyata ditanggapi beneran. Sisca Arieyfa, Enggar Rachmani, Slamet Prasojo, Mafridho Bagus, dan Soni Ramadhan. Biasalah pakai sepeda motor, maunya sudah sengebut mungkin, prediksi sampai di Bandengan pas senja, elaaah… perbaikan jalan yang merajalela itu meruntuhkan asaku, seperti kamu yang pergi melaju. Apaapaan! Jadi intinya macet sepanjang Demak-Jepara itu menggagalkan semuanya. Iya, kami baru sampai Jepara magrib. Ketemu Senja? Ketemu dong, waktu macet di daerah Mijen, senja di atas hamparan rumah penduduk. Toh tetap senja kan, jika maunya senja yang jingga pakai saja imajinasi bayangkan saja ada oranye yang malu-malu, sebenarnya semudah itu loh, sudah jangan berdrama. J

            Usai sholat Magrib, tekat masih bulat untuk tetap ke pantai, *dengan catatan* tanpa senja. Namun apa daya perut teriakannya sungguh tak terelakkan. Laper, itu aja sih. Si Sisca yang native Jepara menjadi pribumi yang baik dengan membawa kami ke daerah Shopping Center Jepara (SCJ). Mau milih apa, asal ada duit, semua tersedia. Salah satu keuntungan jalan bareng setengah lusin orang adalah, bisa mencicipi lebih banyak makanan. Asal pesen beda-beda aja, hemat dan memuaskan, hehe..

            Pindang Serani

            Jepara kota pesisir, makanan khasnya ya pasti berbau pesisir. Ikan, “Aku bangga jadi orang Indonesia yang mengkonsumsi ikan,” quote of that night. Semangkuk besar bisa dimakan dua hingga tiga orang, harganya Rp25.000,- cukup worth it. Makanan khas Jepara ini enak disantap dengan nasi putih hangat. Terbuat dari ikan patin dengan bumbu-bumbu seperti tomat, lengkuas, jahe, serai, bawang-bawangan, dan bumbu dapur lain. Sejak kapan elu melek bumbu Ghe? Etah kan ada koki handal, iya si Mafridho kan anak culinary, dia pandai menerjemahkan rasa, rasa makanan, ga tau rasa yang lain. Peace Do! :p



                      Adon-adon Cara
            Tahu tidak kenapa saya tertarik membeli? Namanya unik, apalagi kalau yang membunyikan orang Jepara. “Ini dek, adon-adon coro.” Coro, man? Yang menjijikan itu, awalnya saat telinga saya mendengar coro dan wedang yang saya bayangkan ada toping kemampul berupa jeli atau apa yang mirip coro. Semisal beneran bercoro gitu ga doyan juga sih.
Adon-adon Cara adalah minuman hangat perpaduan antara santan kental, syrup gula jawa dan jahe, serta potongan kelapa muda. Aroma campuran pandan dan kayu masnisnya sangat kental. Berbeda dengan ronde atau sekoteng rasanya terkesan lebih berat di tenggorokan, mungkin pengaruh santan kali ya. Semangkuk Adon-adon Cara harganya Rp 3000,-.



Bakso Uleg
Di Semarang bakso juga banyak kalik. Yah, si Soni emang demennya bakso. Di pojokan area pujasera ini ada Bakso Uleg. Kenapa namanya uleg, ga tau kirain baksonya diuleg pakai ulekan batu, tapi nggak juga. Duh, emang orang sini kalik kalo namain sukanya yang nyleneh-nyleneh gitu, they have understood well about the power of branding. Kata Sisca bakso uleg ini lumayan terkenal. Yang bikin bakso ini sedikit beda adalah penambahan kecambah sebagai pelengkap. Kalau masalah rasa, lumayan, tidak bombastis, hanya ya standar enak lidah saya.




Es Dawet Gempol
            Banyak daerah yang ngeklaim sebagai tempat asal dawet gempol. Di Jawa Timur, Blitar mengaku kalau dawet gempol adalah minuman khas. Di Jawa Tengah Jepara juga merasa, Purwodadi juga. Nah, memang Indonesia sukanya begitu kan? Tak apelah, toh masih Indonesia ini. Mungkin dawet gempol sudah umum, banyak juga ditemui di kota-kota lain, termasuk Semarang. Intinya sih saya cuma haus dan kepingin aja minum dawet. Rp 3000,- dawet gempol yang manis seperti saya (Jitak sendok!), gurih, warna gempolnya juga cantik, masih seperti saya (gampar mangkok!)… jadi kesimpulannya saya manis dan cantik seperti dawet gempol????? Mama, kebodohan macam apa yang bersarang pada anakmu ini. Udah deh! Kebanyakan analogi lu, mending kalo bener, ngawur! Onyon lagi! Hehehe….



            Dari deretan makanan di atas yang paling recommended adalah Pindang Serani. Saya masih dengan prinsip keren itu sih, suka makan tapi nggak mau gendut. Sebaiknya kita segera berolahraga, membakar kalori sambil hepi-hepi, misal lari-lari. “Kan padhang mbulan, man! Berasa kek Breaking Dawn nggak sih kalo ke pantai pas purnama.” Baiklah, kami lanjutkan perjalanan tanpa arah ini ke Bandengan. Alamak! Jalan ke Bandengan, niatnya sih cari jalan pintas lewat kampung-kampung biar nggak muter, ebujuuu sumpah ya SEPI banget! Ketakutan saya adalah,kalau sampai ban bocor di tengah jalan, atau tetiba di pepet laki-laki bersarung, aduh Geriel, lu pikir pilem Susana ama Bang Bokir. Pheew

            Si Mafrido sedang ada hati sama salah satu diantara kami, BUKAN GUEH. Usahanya menciptakan unforgatable night with some candle light harus diapresiasi lah ya. Laki-laki waras ini mampir ke alfamart membeli lilin-lilin cantik, jajan-jajan dan minum-minuman, saya suka yang kedua dan ketiga :p Mangga aja mau berapa-apa di sana asal inget bukan muhrim euy! Asal inget lagi, kasi saya jajan yang banyak biar ga rewel hahaha… Jatohnya malam itu, duh seromantis ini! Kami menggelar jas hujan, di pinggir pantai, nyalain lilin, di langit bulan lagi purnama. Yang lain main aer, saya? Makan keripik kentang! Sialan! Bukannya itu purnama kita, Sayangku. Bukannya aku masih teradiksi caramu mengeratkan rindu? Bukannya kita pernah menantikan purnama bersama di tempat berbeda…… Ak! Lagi ga minat muisi, lagi haus inspirasi. Pantai bikin makin…. Makin bahagia J

Slamet and candle light, captured by me
Siscaaaa yang baik hati :p
Ini bocah ngapain cobak....

Soni, saya, Enggar, Sisca, Slamet, Mafrido tukang poto....

            Diantara angin dan mendekatnya ombak, diantara becandaan dan bunyi gigi beradu keripik kentang. Kebiasaan doang sih di tempat manapun saya sering tetiba iseng merem, mau ngobrol ama mahkluk astal? Enggaaak! Cuma ada saat di mana beberapa detik itu, hanya sebentar, ada yang harus disisakan untuk bercakap-cakap dengan Tuhan. Mungkin kuliah, tugas,dan kemampuan menyibuki hari sering terlalu menyiksa. Dunia terkadang rumit terkadang sederhana, semua begantung kitanya. Tapi dengan diam di tempat-tempat yang jauh dari hiruk-pikuk memberi kekayaan lain, kekayaan batin. Gayaluuu Ghe! Sabodo lah mau dibilang alay juga mangga, hanya sekecil itu cara saya untuk terus dibuat terpesona oleh diam dan mendengarkan, mendengarkan hal sepele. Hal sepele bernama kegalauan? Ah terlalu abege, haha… Mendengarkan betapa Tuhan menyayangi saya. J

            Art of doing nothing. Cuma duduk diem dengerin ombak? Duduk saja di kos-kosan, dari smartphonemu download suara ombak, merem, bayangin lagi di pantai. Sori itu bukan gueh! Kamu bisa mencibir betapa kurang kerjaannya orang-orang ini?! Sepertinya sekali-kali kamu harus mencoba bagaimana rasanya menjadi orang kurang kerjaan. Bukan pengangguran tapi menyisipkan waktu kurang kerjaan di tengah kesibukan itu bahaya loh men! Bikin ketagihan sih! Hehehe…

            Baiklah… Terimakasih Jepara, mari menjadi memesona bersama. Muuuuah :*
           


0 komentar:

Posting Komentar

Yours: