Kabut dan awan, putih dan biru seperti
hati yang sedang tak tahu arah harus berwarna apa. Petakilan, konyol, heboh,
dan tawa-tawa kurang ajar saya bisa menepi, menyisakan gumpal lain, adalah
sekadar duduk diam menunggu kuning keemasan matahari. Kami berenam (MbakDanish, Mbak Ochi, Mbak Sari, dua penduduk lokal, dan saya) telah sampai di
atas batu besar di Puncak Banyak Angkrem. Asing ya?
Malam sebelumnya kami menerobos
gerimis hampir sepanjang Semarang-Magelang, singgah sebentar untuk makan malam
alakadarnya dan sampai di kediaman Pak Yuwono sekitar pukul sepuluh malam. Subhanalloh rejeki gadis-gadis sholehah sambutan
penduduk benar-benar hangat. Dusun yang kami tuju adalah Dusun Jetis, Desa Menoreh, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang. Bapak paruh baya yang saya panggil Babe sedang membantu merintis desa loka wisata, sastra, dan buday. Saya dan Mbak Ochi akrab dengan
beliau setelah sempat bersama dalam beberapa acara sastra. Babe kemudian
mengenalkan kami dengan Pak Yuwono sebagai tokoh masyarakat setempat. Obrolan dengan
warga begitu gayeng. Kami juga memutuskan untuk bermalam di
kediaman pak Yuwono dan memulai trekking esok sebelum subuh. “Nanti ditemani
mas-mas ini mawon mbak. Karena memang ndak ada petunjuk arahnya, daripada
kesasar,” ujar beliau mengingat obrolan kami baru usai lewat tengah malam.
 |
Matur nuwun sanget, Babe :) |
 |
Obrolannya kemana-mana |
 |
Grubi, makanan khas terbuat dari singkong dan gula merah |
Alarm kami menyala sekitar pukul tiga.
Saya masih ketap-ketip didalam
sleeping bag. Mata kami baru terpejem kurang dari satu jam. Ah sudahlah pemalas! Akhirnya kami
mulai trekking pukul 3.30. Lagi-lagi fisik saya yang tidak sekuat teman-teman
membuat saya berjalan paling belakang. Ransel
saya sempat dibawakan warga lokal yang menemani kami (Maaf, saya lupa namanya,
tapi masih hafal wajahnya, Duh!) meskipun tidak terlalu lama. Tenaga saya
kembali ada usai makan beberapa kerat wafer keju dan digelontor air mineral. “Oalaaah
kamu laper,” kata Mbak Ochi. Hehehe iya
orang lain mah baperan kalau saya orangnya laperan :p
 |
Putih atau biru? |
Dan, beginilah kabut dan awan yang
tidak ingin saya diskripsikan dengan kata-kata. Puncak Banyak Angkrem,
Pegunungan Menoreh, Selamat mengimaji! Kakimu berada diantara batu-batu kokoh
itu, matamu memandang tanpa tahu apa batasnya, nafasmu panjang dan dalam. Tersenyum
selebar yang dimampu bibir, trimakasih Tuhan, saya terberkati, hidup saya
sangat terbekati.
 |
Mas Sin yang mengantar kami |
 |
Mbak Danis dan dunianya :D |
Jadi, sudah ketemu apa warnamu? Putih seperti
kabut, atau biru seperti awan. Jadi, jika ketenangan sudah puas tercecap, duduk
diam sudah tertunaikan, lalu apa? KEMBALI CERIA! Sesederhana itu cara saya, karena
setiap manusia tentu punya sisi lain. Diantara petakilan yang “katanya”
kekanakan sayapun butuh menjadi pendiam, sejenak. Tidak selamanya yang ceria
seperti jingga menyala terus-menerus menjadi jingga. Bisa putih, bisa biru,
bisa kelabu, andai manusia bisa menyimpan gelembung-gelembung warna di atas
kepalanya. Ah kan, “seandainya” ciptaan saya suka ngelantur, maafkeun :’)
 |
One of the thing which I call happiness, MAKAN :p |
Dan saat turun, Ya Tuhan sekarang kau
butuh warna merah Teman, jika memang iya merah itu artinya berani. Nikmati keterjalannya
ya, tadi diawal saya lupa cerita. Oya trekking tanpa kesasar kurang lebih 1,5
sampai 2 jam, treknya…. nanjaknya lumayan sih, tapi ada bonusnya. Sebelum puncak
ada batu besar sekali yang harus dilewati. Satu hal, saya kepikiran gelundung
dan takut mati karena glundung waktu melewati batu ini. Silakan dibayangkan
sendiri ya, better kalau melengkapi
diri dengan webbing.
 |
Ini yang saya lupa namanya :( |
 |
Mbak Danish juga takut glundung, sama |
 |
Yang kami pegang, tugu perbatasan Magelang-Purwodadi |
Andai ada gelembung di atas kepala
saya, pasti sekarang warnanya jingga karena saya bahagia bisa berbagi cerita
tentang tempat indah ini. Duduk di bebatuannya seolah memberi warna putih dan
biru karena saya mengartikan dua warna itu sebagai ketengan. Tapi tolong ya,
tempat ini masih perawan, dinikmati saja, jangan diperkosa seperti
puncak-puncak yang tidak terlalu tinggi lainnya. Tahu kenapa, biar kita
sama-sama memiliki warna jingga, jingga sama dengan bahagia. Tidak hanya kita,
tapi juga anak dan cucu nantinya. I love you :*
Jika butuh informasi lebih lengkap
bisa langsung kontak Pak Yuwono fia Facebook.
Semua foto diambil menggunakan kamera
Mbak Ochi, kami mengcapture bergantian. Foto dengan angle yang bagus biasanya
hasil jepretan Mbak Ochi sih hehe :p
cakeeep amat viewnya! sayang ga berani naik gunung. :"
BalasHapusHallo Putri :) Gapapa gausah ngoyo. Gimana kalau nyoba bukit-bukit aja dulu. Atau ga harus gunung juga kok, Indonesia kaya akan view cakeeep ;)
HapusKeren banget view nya, Indonesia memang memiliki sejuta cerita :-D
BalasHapusVisit juga blog saya: www.hanifbonbon.com
Yaps, Indonesia adalah cerita yang tak terputus.
HapusOh ya blogmu menarik Fik :D
Wih keren nih viewnya! Harus dicoba nanti suatu saat kalo mampir Magelang :D
BalasHapusSangat disarankan untuk mencoba Irham, selamat bertualang :)
Hapuspemandangannya bikin adem dimata, malah baru tau kalo di magelang ada tempat bagus selain di merbabu hahaha :D
BalasHapusWiiii Grubi, pernah coba beberapa kali enak sih rasanya, tapi digusi menyiksa banget hihihi sering nancep" XD
Buanyaaak loh. Aku niatan juga mau mlipir Punthuk Setumbu tapi belom kesampean juga.
HapusBisa lihat pembuatan grubi langsung Gung di sana, fresh from the oven :)
Mantap mbak, Gunung Pribadiku kuwi. salam admin belalang tua
BalasHapus