Rabu, 02 April 2014

Sumbing 3371mdpl, Untukmu (calon) Anakku


       


Halo Nak, apa kabar? Kemarilah Sayang, ibu akan menceritakan satu cerita sederhana. Nak, jika mungkin kau pernah mendengar ada namanya jatuh cinta pada pendangan pertama, ibu sedang mengalaminya, Sayang. Ibu jatuh cinta, jatuh cinta pada pendakian pertama. Jatuh cinta dengan gunung dan ingin jatuh cinta terus.  Sumbing 3371 mdpl. Kau tahu Nak, kaki ibu cekot-cekot, wajah ibu yang sudah gelap sekarang malah bersemburat merah seperti terbakar, kulit perih, mata juga perih, bibir pecah-pecah, beberapa lecet belum sembuh, tapi Nak, satu hal, ibu bahagia, sangat bahagia.

Ibuku (nenekmu) akan menngomel macam-macam kalau ibu minta ijin naik gunung. Pernah sekali waktu ibu nekat berbohong naik gunung Ungaran, sialnya boro-boro muncak, baru sampai tempat nge-camp ibu sudah sakit-sakitan. Restu ibu, Nak, penting! Kalau akhirnya nenekmu memberi ijin dengan ikhlasnya ibu juga heran, kok bisa?

Minggu,31 April 2014. Ini beneran mau naik gunung? Kalau nanti manjanya kambuh terus tetiba nggak kuat, trus minta gendong gimana? Ada ragu di sana, tapi kalau sekali diijini ibu malah tidak jadi pasti ijin selanjutnya bakal lebih susah. Baiklah, please alaynya cukup Geriel! Ibumu ini memang alay nak. Hehe.. ibu bersama teman-teman telah berkumpul di titik kumpul pertama, SPBU Gedong Sanga. Tetua dari pendakian ini adalah Mister Adi Panjoel, senior gitu deh, Nak. Jumlah keseluruhan ada tiga puluh orang, kami dibagi ke beberapa tim, dikelompokkan sesuai kota. Ketua tim ibu Om Gangsar namanya, om ini juga yang memboncengkan ibu dari Semarang sampai basecamp. Om Arif, om Anton, tante Eka, tante Ami, om Ulum, om Myus, om Fay, om Anggi, ini nama teman setim ibu. Rute perjalanan motor menuju basecamp adalah Bandungan-Temanggung-Parakan-Wonosobo. Di tengah perjalanan ada juga salah satu motor yang bannya bocor, semua rombongan menunggu dengan sabar. Kami juga sempatkan makan siang seadanya sembari menunggu.



Jalur pendakian, nak

Sebelum berangkat..

Pukul 15.00, lima belas motor telah sampai di basecamp pendakian Sumbing, Dsn Garung, Ds. Butuh, Kec. Kalikajar, Kab. Wonosobo. Ada dua jalur pendakian, jalur lama dan jalur baru, kami menggunakan jalur pertama. Melalui jalur ini kami akan melewati tiga pos sebelum summit attack. Dari Dsn. Garung sampai puncak jaraknya kurang lebih 7000 m. Pendakian dapat ditempuh dalam enam sampai delapan jam. 6-8jam dengan standar apa ya Nak? Standar mas-mbak mahapala mungkin. O iya Nak, di sini sumber air sangat minim. Ada aliran sungai sebelum pos satu, ada juga sebelum pos dua diantara tebing, tapi ya itu Nak jangan tanya seperti apa rupanya, iya.. berbau dan berwarna. Saat terpaksa, mau gimana lagi, tetep diminum juga :) Setiap orang di ransel atau cerrier masing-masing menggendong minimal tiga liter air, itu juga nantinya sangat kurang, Nak. Begitulah perjalanan yang ibu sebut membawa bertumpuk pelajaran. Air tidak akan terasa sangat berarti jika kamu bisa minum sepuas-puasmu, kan, tapi di sini, Tuhan.. begitulah.

Baiklah kita lanjut ya ceritanya. Setelah registrasi dan tetek bengeknya, pukul 16.15 ibu bersama teman-teman berangkat menapaki Sumbing. Nak, teman-teman baru ibu sangat baik dan pengertian. Belum sampai pos satu sesekali ibumu meringis, ranselnya berat. Padahal day pack, belum juga cerrier ya, duh ibumu ini. Dan tahu kah, tanpa banyak omong, om-ommu, teman-teman ibu itu, langsung menukar ransel ibu dengan yang paling ringan. Nak, ingatlah ini, ibu berbicara sebagai perempuan. Perempuan manapun menyukai perhatian dan kebaikan. Kau bisa menggombali mereka dengan mensyen tujuh puluh kali sehari di twitter, tapi yang akan selalu nyantol di otak mereka adalah tindakan, Nak, tidak usah banyak omong. Entah itu teman, entah itu kekasih. Sekedar membawakan ransel itu jauh lebih ngena, Nak, daripada gombalan berlusin-lusin.


Breaking is a gold :)



Ini namanya apa ya... Bentaran ibu search gugel dulu deh..
Kaki-kaki manja ibu rasanya nggak karu-karuan. Track semakin ke atas semakin menanjak, semakin licin. Sesekali ada bonus berupa track datar sekitar lima sampai sepuluh langkah, tapi semakin ke atas semakin hilang.  Tanjakan cukup tajam dimulai di bukit Genus (antara Selodupak Roto dan Pasar Setan). Kau tahu Nak, nge-track malam hari begini amat rasanya. Oksigen tentu saja semakin ke atas semakin tipis, apalagi kalau malam hari kan kita harus berebut dengan tumbuh-tumbuhan. Kabut, angina gunung, apalagi gelap, iya gelap. Kau tentu tahu ibu takut gelap. Mati listrik di kos-kosan saja teriakan ibu menggema sampai teras. Dulu ibu tidak percaya saat ada yang bilang seperti ini, “Kenapa harus takut gelap kalau ada yang indah dan cuma bisa dilihat saat gelap?” Nak, sekarang ibu percaya. Kau tahu dengan kegelapan di tempat seperti ini ibumu kelihatan sangat norak, memekik-mekik kegirangan saat menemukan langit keren dan city view dari ketinggian. Subhanalloh, ibu speechless. Kau penasaran, Nak? Ah tidak perlu ibu cerita secara detail, biar nanti kau membuktikannya sendiri ya… O iya, nge-track malam ada untungnya juga, kita tidak perlu melihat jurang-jurang menganga itu, duh.. membayangkan! Alah, ibumu ini juga takut ketinggian, takutnya banyak banget ya Nak, dan tidak boleh nurun ke kamu.



Cantik ya... kek ibu, lhoh :p


Kami bertiga puluh mendaki beriringan, sesekali, “Break!” sitirahat dan membagi bekal. Kacang Sukro terenak, biscuit mari terenak, roti sobek terenak, semuanya sangaaaat enak. Kita juga harus, wajib! Wajib disiplin air! Minum seteguk, basahi bibir, kulum sebentar, baru teguk. Cadangan air harus di hemat. Mau bagaimana lagi kondisi adanya begini. Udara semakin dingin Nak, ingus membanjir, potongan koyo di temple di hidung, atau mengoleskan Coterpain. Kau mau bilang ini jorok atau apa Nak, di udara dingin begini orang kentut juga berganti-gantian. Kadang tawa-tawa juga pecah, sebisa mungkin jangan diam terlalu lama. Iya jenuh lo Nak, kalau jenuh pasti rasa lelah semakin terasa. Ibumu ini semakin terseok-seok, hanya melangkah saja tahunya. Belajar mempercayai orang, itu intinya Nak. Cahaya senter tetap remang-remang di tengah tempat seperti ini. “Depan batang pohon, kiri jurang, kanan lubang, awas licin banget, naik lumayan tinggi,” suara-suara seperti itu yang menuntun langkah kami. Kadang kami juga harus berhenti melangkah, berbagi jalan dengan pendaki yang hendak turun.

Sekitar pukul sebelas malam. Ada tanah agak lapang, setelah Pos 3 Selodupakrata, sebelum Pasar Setan. Sebagian memilih mendirikan dome di sini. Ada beberapa tempat yang bisa dibuat nge-camp. Pos 2 misalnya area agak rata bisa digunakan mendirikan 3-4 dome. Di pos 3 cukup untuk 2-3 dome. Area Pasar Setan, Pasar Watu juga Watu kotak.

Tim ibu memilih tetap naik dan mendirikan dome di Pasar Setan. Tempat ini lumayan luas untuk mendirikan dome. Pemandangannya juga sangat bagus, Gunung Sindoro dan kota Wonosobo sekitarnya terhampar. Banyak pendaki yang memilih mendirikan dome di sini. Namun menurut info yang ibu aca, tempat ini rawan badai. Hampir keseluruhannya rerumputan dan hanya ada beberapa pohon kecil. Kondisi tanahnya adalah tanah merah berrpasir.

Kira-kira setengah dua belas malam kami sampai. Om-ommu yang budiman itu dengan sigap mendirikan dome. Dua buah tenda, satu untuk perempuan termasuk ibu, satu untuk mereka. Kau tahu, begitu dome berdiri empat perempuan, ibu, tante Eka, tante Sofa, dan tante Ami langsung meringkuk di dalam tenda. Dan kau tahu, duh lagi-lagi ibumu malu, om-ommu yang perkasa itu dengan kerennya memasak untuk kami. Lhah harusnya yang perempuan toh yang masak. Hehehe… Lapar memang lauk terenak sejagat, ibu kalap Nak, hanya mie instan rasa campur-campur tapi lahapku bukan kepalang.

Dingin benar-benar menyusup ke tulang, hingga mata ibu tetap mentereng. Hampir pukul dua pagi ibu mendengar ada obrolan di luar tenda. “Bang, lagi bikin api ya?” Ibu ngasal nyeloteh.

“Iya, Neng. Sini aja kalo mau bikin kopi. Ini ada aer.”
Ibu bergabung dengan mereka, merebus air sekalian menghangatkan badan. God… kau tahu pemandangan di depan mata ibu, sumpah, Nak. KEREN! Ibu ingin lompat-lompat kegirangan melihat yang beginian, tapi kealayan itu untung masih bisa diredam. Hehe... tahu tidak, tetiba kealayan itu menyempit lalu masuk ke kotakan kecil bernama hati. Di sana ibu menemukan suara, “Hey, Ghe.. betapa kecilnya kamu!” Iya Nak, ibu merasa sangat kecil, apa jadinya kalau tangan Tuhan menyentil sedikit saja, bisa apa? Eh, jangan kau bilang ibumu seperti mamah Dedeh, ini hanya sebagian efek yang ditimbulkan gunung, Nak, katanya.

Bersama beberapa om dari Bekasi ini ibu menghabiskan segelas energen sambil mendengar cerita-cerita mereka, kami juga menunggu jam untuk summit attack. Saat beberapa orang mulai naik ke puncak, ibu berusaha membangunkan teman-teman, tapi sepertinya mereka sangat lelah. Om yang dari Bekasi bilang, “Nggak usah ngoyo ngejar sunrise, Neng. Saya mah ndaki dari jaman SMP juga baru lihat sunrise beneran dua kali.” Ibu jadi teringat kata-kata om Gangsar, “Puncak itu bonus.” Begitulah Nak, yang terpenting adalah menikmati perjalanannya, bukan kengoyoan yang kadang berujung konyol. Tidak perlu jaim, kalau kuat ya bilang saja kuat dan lakukan, kalau tidak, ya jujur saja, simple.



Your mom's campgroud, Dear. Taken from above.

Baiklah, tiba saatnya bercerita tentang summit attack, yang tetep meaningful. Kau tahu tante Ami Nak, yang memegang teguh prinsip memakai rok meskipun pendakian, yang sering mengingatkan ibu sholat dan rapalan doa yang harus dibaca, perempuan ini semangatnya jempolan. Badannya agak bermasalah, Nak. Bahkan di jalan menuju puncak dia sempat tiga kali muntah. Duh Nak, ketar-ketir melihat dia begitu, tapi semangatnya mengalahkan mual. Dia melangkah setapak demi setapak, beberapa langkah berhenti istirahat, tapi terus melangkah Nak, dan sampai pula dia di puncak. Lhah.. ibumu ini kalau terlalu banyak mengeluh harusnya dijitak, tante Ami yang sedang tidak fit saja bisa kok. Keren ya… Nak, sebenarnya ada puncak sejati gunung Sumbing. Puncaknya banyak ya? Iya, jadi tempat yang ibu jejak, yang ibu sebut puncak adalah Puncak Buntu. Padahal ini belum sepenuhnya puncak. Jadi gimana dong? Intinya tempat tertinggi Sumbing ada di Puncak Sejati. Untuk sampai di sana harus melalui Puncak Kawah lalu dilanjut rock climbing untuk sampai titik triangulasi sejati. Sebagian pendaki telah menyebut Puncak Buntu ini puncak Sumbing. Tak apalah, Sayang.. Kau tahu ini pertanda apa? Pertanda suatu hari ibu harus kembali untuk benar-benar menjejak Puncanknya Sumbing. O iya, masih tante kece lagi Nak, tante Eka. Perempuan perkasa ini Nak, saat kami pulang (turun) sendalnya putus, dan tahukah, dengan santainya dia nyeker saja begitu, padahal keadaan hujan, kabut, dan gelap, masih banyak tante-tante yang lain, tidak cukup kalau di tulis semuanya.

Nak, seorang teman ibu yang juga pendaki pernah bilang, “Kalau kamu pingin tahu watak asli seseorang ajaklah naik gunung.” Terbukti Nak, siapa yang egois, siapa yang tulus, yang  pelit, yang emosian, yang dewasa, semua kelihatan. Kau tahu, kebaikan-kebaikan kecil sangat berarti di sini. Satu yang harus kau ingat, berbuat baiklah sebanyak yang kamu bisa. Kau ingat Tuhan menyayangi orang yang senang berbuat baik. Alah, nasihat lama… iya nak, tapi kau pasti akan mempercayai ini. Di tempat seperti ini siapa lagi yang bisa kau mintai tolong selain Tuhan? Dan yang harus kau lakukan adalah juga berbuat sesuai kesukaan Tuhan. Hanya Tuhan yang maha pemberi keajaiban, entah melalui orang lain atau bukan. Kebaikan-kebaikan itu bisa aneka rupa Nak, sini, beberapa akan ibu ceritakan. Saat tante Ami muntah-muntah ada tiga teman asal Salatiga (geng Tos, mereka selu tos sebelum ngapa-ngapain) yang merelakan airnya dan menemani kami (tante Eka, om Gangsar, dan ibu) yang jalannya perlahan. Kebetulan air tim ibu dibawa seorang teman yang sudah jauh di depan. Geng Tos ini yang merelakan airnya tiap kali tantemu istirahat, atau om-om dan tante-tante lain yang berbaik hati menunggui juga menyemangati, lagi-lagi terlalu banyak untuk diceritakan.  Ada juga keajaiban yang kami namai Sumber Air Hercules, penyelamat Nak. Jadi ada cekungan di celah tebing yang menampung air hujan, di tengah dehidrasi siapa yang tidak girang mendapat beginian Nak. Tempatnya sangat nylempit, untung teman-teman dari Bandung dan Jogja menemukannya. Banyak orang-orang baik Nak, banyak kebaikan yang tidak disangka-sangka. Begitulah, Nak.


Mt. Sindoro, taken from Sumbing. Captured by your mom.



Masih Sindoro...


Kalau nanti kamu gede, Choki-choki masih ada nggak ya? :)


Kalau ibu memetik Edelweis hari ini, berarti ibu ikut menghilangkan kesempatanmu menemuinya



Semua minta dijepret, Sayang.... termasuk awannya


Yang ini juga...
Sumber air Hercules... huuraayy :p


Sayangku, ketika akhirnya ibu sampai di puncak. God… apa yang harus ibu ceritakan ibu juga tidak tahu. Nak, negeri ini indah, itu saja. Ibu ingin kau juga mengalami speechless yang ibu alami, jadi ibu tidak perlu bercerita panjang lebar ya, biar kamu penasaran. Nak, terlalu banyak hal yang ibu tidak mampu tulis. Iya Sayang, mungkin ini masih (hanya ) 3371 mdpl. Tapi ini pengalaman pertama ibu, ibumu yang katanya sering alay. Hehe… kau tahu ibu suka menulis, biar apa, biar jika suatu saat nanti tetiba ibu pikun atau tiba waktunya dipanggil Tuhan kau tetap bisa tahu hidup macam apa yang dimiliki ibumu. Anakku, dengan begitu banyak pelajaran yang bisa ibu punguti dari pendakian, Sayang, tidakkah kamu ingin? Oh tenang, ibu tidak akan memaksamu menjadi pendaki gunung. Kau bebas memilih menjadi apa saja. Tapi ingat ini Nak, ketika kamu memilih aktivitas ini ibu akan menjadi orang pertama yang mendukungmu. Sayang, ibu tidak berani berjanji kita akan hidup dalam keluarga petualang. Bapakmu (calon bapakmu) toh masih menjadi rahasia langit. Ibu tentu ingin melihatmu berlarian dengan bapak di Ranukumbolo. Ibu ingin membuatkanmu pancake stroberi di Sembalun. Tapi Nak, toh belum tentu bisa kan? Ah sudahlah. Tenang saja, Sayang. Kalau toh begitu tidak bisa, ibu masih punya om dan tante hebat, teman-teman ibu, ibu yakin mereka pasti mau menjadi temanmu, menjadi gurumu mengarungi alam. Pasti!


Finally....

Baiklah, ibu sudah mengantuk, Sayang. Sudah dulu ya ceritanya. Baik-baik di sana.







Peluk cium

Aku, ibumu (di masa depan)

11 komentar:

  1. Anakmu kalau baca ini pasti gumun, "Ibuku edan..."
    Tapi setelahnya anakmu bakal melakukan hal yang mirip dengan yang dilakukan Ibunya dulu, hehehe.

    BalasHapus
    Balasan
    1. kok edan to mas, terharu kek.. mosok edan'ik :(

      Hapus
    2. lha sing umum kan wong wedok kuwi panggon e ng pawon, lha iki Ibune malah munggah gunung, hahaha. Yo ora umum tow? Hahaha.

      Tapi biasanya sih kayak gitu. Temen2 ku yang cewek yg hobinya di alam bebas biasanya itu "bawaan bakat" orangtuanya, hehehe.

      Hapus
    3. Nek aku sih pingine, mbesok... yo anak, yo bojo, yo pawon, yo salon, yo duit, yo alam
      hehehe :)

      Hapus
  2. aah kemaren ga jd naik sumbing :(

    BalasHapus
  3. Eh ada Rizky hehe... pengen bikin cerita yang Merapi Ky, bereng ya mengko :)

    BalasHapus

Yours: