Senin, 01 Desember 2014

Camping Ceria Andong 1726 mdpl, Mencumbu Kabut November








Harum November pekat seperti kopi hitam yang baru tersentuh seduh. Penari di ujung hidungmu adalah aroma tanah basah, buah cinta yang ditinggalkan semesta usai persetubuhan dasyat antara angin badai dan hujan petir. Andong 1726mdpl, 26-27 November 2014. Hampir pagi, menggeliat dari bebat sleeping bag, menarik resleting dome, dan, lagi-lagi saya masih selalu dibikin jatuh cinta. Kabut tipis mencumbu habis matahari yang sebenarnya kami nanti-nanti. Di bawah, jauh di bawah, kota Salatiga dan Magelang dijejali lampu, berserakan, cantik kelip-kelip. Di belakang dome, Merbabu seperti masih malu-malu, tapi tak pernah tampak lugu. Berdiri teguh bak seorang ibu memangku kota dan hiruk pikuk kehidupannya. Angkuh namun cantik, seperti dosen keren fresh graduate kampus Amerikah. Asli analogi yang belakang maksa banget, gebleg ! (Efek dikejar-kejar proposal sekeripsi.. lari ke gunung aja juga masih dikejar.. Ya Tuhan curhat, Ya Tuhan peluk pukpuk plis).

Jalur Pendakian
  
Air gunung, setengah jam sebelum puncak


Empat laki-laki dan lima belas perempuan, kyaa..  ya memang antara naik gunung rame-rame dan tongkrong PKK susah dibedakan, atau bisa juga arisan berondong mungkin (Yaamplop, elu Ghe !) This event was sponsored by Akuntansi A UNNES 2012 (katanya musti disebut, gitu).  Cara berbagi kebahagiaan yang terbaik adalah dengan membawa orang-orang yang menginginkan kebahagiaan yang sama langsung pada sumbernya. Luapan kegembiraan mencapai puncak, teriakan dan senyuman, keriuhan mendirikan dome, hingga kekonyolan membawa sebotol besar parfum karena takut bau kecut. Oh.. pendakian punya istimewanya masing-masing, semesta, pun orang-orang  dan segala rupa tingkah mereka.

Leptocorisa oratorius alias Walang sangit, cantik tapi kok bau >_<
Hai cantiiik :*

Hari sebelumnya kami berangkat dengan sepuluh motor dari Semarang dengan rute Semarang-Salatiga-Kopeng-Grabag-Ngablak. Usai lapor dan membayar retribusi Rp 5000,00 per orang, pukul 14.45 kami mulai menyusuri jalur pendakian. Mengkoordinir lima belas perempuan cantik ternyata bukan hal mudah. Yang kuat suka nekat, yang belakang banyak yang keteteran ngos-ngosan, belum juga momen narsis dengan tongsis. (akhirnya gua narsis pakek tongsis di gunung, nebeng lagi #eah). Namanya juga pendakian ceria, alon-alon asal kelakon, selamet dan bahagia :D . (Distribusi) laki-laki baru efektif setelah hampir separuh perjalanan.  Tanjakan Andong yang sedikit bonusnya lumayan menggoyang betis, selalu kamu ya cenut-cenut ya euh. Menikmati tegukan air minum sambil mengagumi Merbabu adalah pengganti bonus track datar. Kami menghabiskan waktu dua jam lebih hingga sampai ke puncak. Prinsip sore itu adalah puncak tidak perlu dikejar, ga lari kemana-mana kok. Selama masih ada lagu mengalun, ya tetep nyanyi-nyanyi bahagia gitu :D


One of random selfie, eh groove ding :p

Kami langsung membongkar peralatan dan mendirikan dome begitu sampai puncak. Sebagian tergoda aura Merbabu, taking pictures, jingkrak-jingkrang, teriak bahagia, whatta unforgatable moment (efek semester hampir tua). Kami membawa tiga dome. Satu dome besar untuk sebelas orang, dan dua dome sedang kapasitas empat orang. Saya satu dome dengan Ani,Liani, dan Teteh. Dome sedang yang lain untuk teman-teman laki-laki.
“Mendung, man!” kekhawatiran saya. Untuk sebagian besar teman-teman ini gunung pertamanya. Bukan, bukan masalah kecewa kehilangan jingganya senja, hanya perempuan ini masih yang sama, PARNOAN, takut gelap, takut petir, takut badai, imajinasinya ke mana-mana. Kikik dan Teteh menenangkan saya, mereka sudah pernah melalui badai rumah tangga #lhoh :p. Mereka adalah pasangan petualang yang jadian di Merbabu dan mau ijab kobul di Semeru #ngawur!  Tugas kami memastikan flysheet tidak menempel pada kain dome telah terlaksana dengan baik, setidaknya kebocoran tenda kalau saja hujan datang bisa diminimalisir.

Cantik :)


Sangat cantik :D
(ngoyo) cantik :'(

Yang berkesan diantara camp ceria ini adalah kegiatan memasak. Rame! (calon) ibu-ibu ini riuh, saya mah mending mundur dan main poker (Oh shame on you maam!) hehe. Usai sholat Isya akhirnya seluruh makanan itu matang. Nasi, mie instan, telur, tempe goreng, sosis, dan lain-lain, tetap etamah apa aja sedap. J Dingin gunung yang terkadang menusuk-nusuk seperti teman perebut mantan #eh membuat tidak banyak teman yang bertahan di luar dome. Paula berhasil menyalakan unggun, sedikit memberi kehangatan setelah beberapa cangkir kopi dan susu cokelat.


Seni memasak :)


Seni bermain poker :p

Lewat pukul sepuluh, tersisa Kikik, Teteh, Yanuar, Liani, Bintang, Ani, dan saya, menggelar matras dan berbekal sleeping bag bobo dibawah jutaan bintang Yiiiippiii :D  Kami mengobrolkan banyak hal, tentang impian Kikik dan Teteh honeymoon di Rinjani, tentang kentut Bintang yang membabi buta, cara memasak nasi pakai plastik, laki-laki impian Liani, hingga mata kuliah Metolit (OH GOD, metolit always hugs us :* ) Beberapa dari kami termasuk saya sudah tertidur ketika gerimis turun. Yanuar dan teteh membangunkan, kami segera masuk ke dalam dome. Tak butuh waktu lama, badai sodara-sodara!! Petir dan angin seperti ingin merobohkan dome, sementara air hujan dimuntahkan langit begitu saja. Liani dan saya tidak berani tidur. Takut. Kami memilih saling merapal doa, sesekali terpejam sekilas saat cahaya petir melewati dome. Air merembes di atas kepala saya, Liani mengambil baju ganti di tasnya dan meletakkan sekenanya dibawah tetesan. Matras yang mulai basah kami lapisi dengan jas hujan. Selebihnya kami terjaga dalam diam sembari komat-kamit dengan doa masing-masing, Teteh dan Ani tidur juga tanpa suara. Dome seberang, yang diisi  sebelas orang juga bocor. Flysheet terlepas di bagian depan, air menggenang di beberapa tempat, sepertinya mereka juga tidak bisa tidur. Reda… reda.. hujan reda.. pagi.. pagi.. itu yang ada di otak kami.


Dan.. Badai memang pasti berlalu
Sebelum subuh, saya keluar. Masih sangat dingin dan berkabut, tapi tanpa badai. Alhamdulillah. Beberapa pendaki lain sudah siap menstel kamera mereka, sekadar menunggu sunrise. Sebagian teman saya juga telah ikut berdiri kedinginan. Kami menunggu. Ada sedikit oranye di timur, tapi ditangkap lensa kamera saja tidak bisa. Yasudah, hingga hampir pukul delapan matahari tidak mau muncul. Untungnya, tidak terdengar keluhan teman-teman, mereka tetap bahagia dan sangat menikmati suasana sekitar.
Bareng temen-temen Trash Bag Comunity Cilacap
(Berdiri kiri-kanan: Martin, Mas Cechep, Eka, Teteh, Kikik, Tiar, saya, Yuni, Iis, Okik, Ani, Cusmi)
(Setengah jongkok kiri-kanan: Indah, Iis, Liani)
(Jongkok kiri-kanan: Bintang, belum kenalan, belum kenalan, Deva, Belum kenalan, Belum kenalan Tata, Yanu, Paula)

Kikik dan teteh :)
emak bapak kami :')
Seseorang pernah nyiyir bertanya pada saya, “Ngapain ndaki capek-capek kalau sunset nggak dapet, sunrise juga nggak dapet?”  Ya Tuhan, tahu tidak, rasanya saya ingin menggandeng tangannya dan mengajak dia mendaki bareng. (alay mak!) J Saya newbie untuk masalah pendakian, anak kemarin sore. Tapi ya  tahu diri setidaknya, diberi alam secantik itu sama Tuhan. Gunung kan bukan puncak dan mataharinya saja. Hutan, tanjakan, persaudaraan, kabut, bahkan badaipun selalu punya ceritanya sendiri. Mencintai dan memaknai. Susah memang menjelaskan kepada yang cintapun tidak. Biar saja… pada akhirnya secinta-cintanya saya dengan alam, dengan pendakian atau perjalanan, tetap harus ingat bahwa tidak semua orang sepemikiran dengan saya. Merekapun punya kecintaan akan hal lain. Kecintaan saya dan kecintaan mereka punya istimewa masing-masing. Bukan kapasitas saya untuk membuat mereka mencintai alam dengan berpetualang di dalamnya. Namun satu hal, adalah wajib hukumnya menyebarkan virus mencintai semesta. Sedang caranya, serahkan sepenuhnya pada mereka sendiri.

Mencumbu kabut :*

Pagi dipungkasi dengan sarapan, berkemas, dan membersihkan sampah. Turun, lalu kembali ke Semarang,  ngejar kuliah jam 4. Kalo ini musti di kejar karena dosen dan waktu bukan puncak yang nggak lari kemana hehe :D

I love you :*







Rincian Biaya:
Transport (bensin patungan)                               Rp 15.000,00
Sewa alat dan logistic (patungan)                       Rp  16.000,00
Retribusi masuk kawasan + parker                     Rp      5000,00
Jajan dll                                                               Rp  20.000,00
Total                                                                    Rp   56.000,00

Basecamp Truna Jayagiri
(Rumah Mbah Jono/Solikin)
RT/TW 03/05, Dusun Sawit, Desa Girirejo
Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang
C.P 08156507492

Ancer-ancer:
Start dari jalan raya Semarang Solo tepatnya di terminal Pasar Sapi Salatiga
Ambil arah Magelang
Kopeng
Gapura pasar Ngablak belok kanan 
Grabag
jika melewati lapangan sepak bola ngablak berarti anda di jalur yang benar → maju sekitar 2 KM akan ada pertigaan makam dusun kenteng (perhatikan Plang Arah Penunjuk jalan) → belok kiri dan ikuti jalan itu sampai bertemu plang selanjutnya → SD Girirejo 2 (belok kanan)  → Sampai lah  di Dusun SAWIT. Basecamp ada di ujung gang sebelum lahan persawahan penduduk.

5 komentar:

  1. Wah, Mbak Geriel gag ngajak2 nih kemping ceria di Gunung Andong. Eh, tapi jauh juga sih dari Jakarta, hehehe

    BalasHapus
  2. Deket sebenernya mas, kalo diniatin hehe :D

    BalasHapus
  3. Klo camping emang seru kalau rame2...suka liat kabutnya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    2. iya bener banget, berasa bahagia kaum muda haha :D
      Thank you anyway, sudah mampir :)

      Hapus

Yours: