Rahim
ibu memang tidak pernah mengandung anak laki-laki, apalagi melahirkannya. Tuhan
yang Maha baik mencukupkan banyak hal yang saya butuhkan. Ketika akhir-akhir
ini hati saya lebih menyublim dengan alam, dengan gunung, Tuhan
menyempurnakannya dengan dua lelaki baru
dalam hidup saya. Adalah Ali dan Mas Andri, saudara laki-laki baru yang
menyusup diantara beratnya cerrier, tenda, matras, dan remah-remah pendakian. Lawu 3265 mdpl, satu diantara secuil pengalaman mendaki saya
bersama keduanya.
Siang
itu saya dan Mas Andri membelah jalanan Semarang-Surakarta. Tuhan panasnya.. lagi, derita ngantuk dan
nggaak bisa pegangan pinggang pacar orang haha… Rumah Ali di belakang UNS menjadi tempat
beristirahat sebelum bersama-sama menuju Magetan sore harinya. Kami sempat
makan siang dan sholat sebelum akhirnya berpamitan. Titik kumpul selanjutnya
adalah Leter U Fotocopy di depan UNS. Saya tidak tahu menahu berapa orang yang
akan mendaki malam nanti. Beberapa orang datang, kami berkenalan dan mulai
ngobrol akrab. Ternyata saya satu-satunya perempuan. Sedih? Iya, sudah pasti
saya akan di bully sepanjang jalan. Senang? Iya, akhirnya saya mendapat label
itu, The Most Beautiful One, haha. Efek
selalu kalah cantik dalam pergaulan sosialita kampus, heuheu…
Sekitar
setengah lima sore kami bersepuluh beragkat menuju Magetan. Jalur pendakian
Lawu ada empat, Jalur candi Cetho dan jalur Cemoro Kandang, berada di Kabupaten
Karang Anyar. Jalur Jogorogo, pintu masuknya berada di daerah Ngawi-Jawa Timur.
Sedangkan jalur yang kami pilih adalah jalur Cemoro Sewu yang berada di
Magetan, Jawa Timur. Dari arah kota Solo motor melaju ke arah timur melalui
Karang Anyar, kemudian Tawang Mangu, terus ke timur melewati perbatasan
provinsi. Bibir saya reflek tersenyum, teringat perjalanan solo travelling
pertama saya dua tahun yang lalu ke tempat-tempat wisata daerah ini, Tawang
Mangu, Cetho, Sukuh, Jumog hingga Sarangan. Dih, dulu pernah hampir mewek di pojokan pasar Tawang Mangu. Dulu cengeng
banget, sekarang juga masih ding hehe.
Untuk
menuju Magetan ada dua jalur yang bisa di pakai, jalan lama dengan tanjakan
tajam namun pendek atau jalur baru yang lebih panjang namun tidak terlalu ekstrem
tanjakannya. Oh, kelokan jalan mulus ini, gelap dan sepinya, lalu langit yang
disesaki bintang, “Mas, brasa jalan bapak moyangmu dewe ya ini. Mana langitnya
ayu banget lagi,” Mas Andri hanya tertawa menimpalinya. Jiwa alay saya langsung
termudakan, haha.. “Mesti meh gae puisi, euh dasar!” hehe…
![]() |
Sisa-sisa purnama :) |
Begitu
sampai di basecamp Cemoro Sewu saya
langsung sholat, err… Tuhan ampuni telatnya,
jilbabmu iku lo.. isin Ghe isiiin :D . Lalu kami bersepuluh memutuskan
menunggu hingga pukul delapan untuk memulai pendakian. Ali masih membawa
sebungkus nasi goreng dari rumah, saya makan bersama mas Grandong. Oiya orang
ini, Mas Grandong, (duh pasti snobnya tambah merajalela kalau saya tulis macam
begini). Kalau sempat membuka @pink_hiker, mas Grandong adalah salah satu membernya,
member militan. Iyadeh keren (terpaksa) hehe. Kalau suatu hari menemukan sosok
tinggi, besar, item, tapi dengan gantengnya memakai peralatan mendaki berwarna
pink total, ya itu mas Grandong. Totalitas pink-nya sudah tidak bisa diragukan,
matras, cover bag, senter, hingga tempat minum semuanya pink. Warning:
Sembunyikan semua barang berwarna pink, cari aman.. cari selamat sebelum dia
ngerayu, “Sarung tanganmu bagus deh, sendokmu bagus… ya pada intinya itu. Atau
kadoin aja sekalian, dia lagi butuh topi pantai lebar warna pink (mas aku wes
iklan lo iki, royalty!)
![]() |
The fenomenal one, GRANDONG PUNYA CERITA |
Ada
satu hal yang sepertinya cukup menarik kalau saya ceritakan (menurut saya sih).
Efek mendaki gunung yang paling kelihatan pada diri saya. kata teman-teman,
saya banyak berubah, jauh lebih PEREMPUAN. Yep, usai pendakian pertama ke Sumbing
dulu, sekarang kalau ngampus jadi doyan pakai rok, kenal eye liner cair,
gincuan, beli conditioner rambut, rajin mandi dan pakai parfum, dsb. Lha
hubungannya apa? Ada penemuan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang sering
iseng melintas. Ternyata laki-laki memang lebih kuat, Mas Andri menampung
separuh barang-barang saya di cerrier-nya
yang segede kulkas, atau Ali yang mengulurkan tangan di beberapa tanjakan.
Teman saya yang perempuan instingnya lebih kuat saat memilih belokan ketika
kami tersesat di Sumbing. Kodrat-kodrat yang dulu sering saya pertanyakan sisi
masuk akalnya. Tetiba saya dibikin mengerti bahwa sudah keharusan perempuan
melakukan A dan laki-laki melakukan B. laki-laki memiliki sifat X, dan perempuan
Y, banyak sekali hal. Tuh, mendaki gunung
sekeren itu lho mas, lha kamu nggak pengen? #eh
Mari
kembali ke jalan yang benar, ini catatan pendakian, Ghe! Oke, baiklah… derita
merajalela itu dimulai usai registrasi Rp 10.000,- dan doa bersama. Apa? Ya,
saya siap di bully. Aku strong, aku rak popo! “Cie.. sing paling ayu. Ciye mesti nek kampus
paling rak ayu, makane mlayu neng gunung.” … “Satu, dua, tiga…. Semuanya
sepuluh laki-laki. Geriel emang wadon?” “Wolha manja bali diglundungne dalan
tawang mangu wae!” “Rak sah diwenehi tenda, umbar ben SB-an neng njobo wae! Ben
njarke, ben nangis!” Tabahku Tuhan, adalah dengan senyum termanis yang akan
membuat beku di puncak Lawu meleleh. Tabahku adalah tawa sumbang untuk bertubi
bahagia yang membuatmu terbang, tsaaaaaaaaah
generasi kakean digombali tapi ujung-ujunge diselingkuhi yo ngeneniki men :p
![]() |
Nemu Daisy cantik, terus pingin ke Prau gitu #kode |
Jalur
pendakian gunung Lawu via Cemoro Sewu bisa dibilang cukup bersahabat. Ih gaya, ga inget yang ngos-ngosan
merem-melek padahal cuma modal daypack hehe. Di sini tidak ada drama
merangkak dan prosotan, susunan batu yang lumayan rapi hingga besi pegangan di
kanan-kiri track sangat membantu. Tapi katanya track batu terjal itu lebih
ngena cekot-cekotnya, hehe.. kaki saya mah
track apa aja juga tetep celot-cekot. Jalur ini banyak dipilih pendaki
karena katanya (lagi-lagi katanya) lebih pendek dibanding Cemoro Kandang, lebih
mudah dibanding Jogorogo dan Cetho. FYI, cerita Lawu dan napak tilas perjalanan
Prabu Brawijaya V juga sangat kental dengan hal-hal mistis. Jangan heran di
beberapa tempat akan nemu sesajen atau dupa. Bahkan saat malam satu Suro tempat
ini akan ramai dikunjungi orang sebagai salah satu tradisi kental Jawa untuk
bertapa atau sekedar berziarah ngalap berkah. Sri Sultan dan beberapa pejabat
pun ikut dalam rombongan tersebut. “Satu Suro ini jalur pendakian juga sampai
macet, Ghe. Makanan banyak. Lagi terang, ada lampu,” kata salah satu teman.
Banyak uniknya Lawu mah, tapi mistis juga. Kyaaa baru ini saya mendengar
suara-suara gaib, dua kali lagi. Yang pertama hanya saya dan mas Andri,
mendengar suara laki-laki seperti mengumam, lalu ketika saya, mas Andri dan Mas
Grandong istirahat, ada suara “Hussst..hussst!” halusinasi atau apa saya tidak
tahu, tapi memang dari beberapa cerita teman, mendaki Lawu memang sering
disisipi pengalaman-pengalaman seperti itu.
![]() |
Anapalis Javanica (some people call it EDELWEISS) |
Meskipun
bebatuan cukup terjal, bonus track datar lumayan banyak. Satu yang saya rasa
berat di Lawu. Suhu. Dinginnya men… belum sampai pos tiga saya sudah menyerah.
“Mas Andri, jaket dong ..” kata saya. Baju lengan panjang saya tidak bisa
bertahan lama. Hampir pukul dua belas ketika kami memutuskan berhenti di pos
tiga dan mendirikan tenda. “Udah kamu SB-an, masuk tenda aja, biar aku yang
masak.” Kalau saya manja, salahkan mereka. Mas Andri, Ali, dan mas-mas yang
lain punya andil untuk kemanjaan itu. Haha..
Butuh
sekitar empat jam dari pos tiga ke puncak. Seharusnya kami bangun sekitar pukul
dua untuk mengejar sunrise. “Kalian
tidurnya pules banget, nggak tega mbangunin jam dua,” Mas Andri tidak tidur semalaman
(melasi nemen), dia ngobrol dengan Pak Joko, seorang polisi dari Ngawi. Etah itu gegara ngalah nggak mau setenda sama perempuan. Oh, anakku
yang masih di angan-angan, contoh ini om-mu nak, contoh! Hehe…
![]() |
Bagian yang sempat terbakar beberapa bulan lalu |
![]() |
Sendang Panguripan, salah satu dari beberapa... Letaknya sebelum Pos 5 |
Ini
dia kyai Jalak Lawu. Konon burung-burung jalak di gunung Lawu adalah jelmaan
prajurit Prabu Brawijaya V yang berugas sebagai penunjuk arah. Sepanjang
pendakian burung ini terbang di depan kami.
![]() |
Jalaknya kecil, gagah tapi bersahabat.. #apajobak |
Setelah
pos lima kami bertemu teman-teman yang telah melanjutkan pendakian sejak dini
hari tadi, mereka menunggu saya, Ali, Mas Andri, dan Mas Grandong untuk
sama-sama summit attact. Oiya yang
tak terpisahkan dari Lawu juga adalah keberadaan warung milik Mbok Prapto dan
Mbok Yem. Hanya Lawu yang punya beginian men. Warung Tertinggi di Indonesia.
![]() |
Sleeping bag... oh sleeping bag... |
![]() |
Ini bocah kegantengan banget.. Setelah galau ga ketemu Mbok Yem :p |
And
finally, pukul sepuluh lebih sedikit. 12 Oktober 2014, Hargo Dumilah 3265 mdpl.
Tuhan itu baik, Tuhan itu asyik. :D
Langit biru dan gantungan kunci Mahameru :)
![]() |
Tugu 3265 mdpl |
Kami
menyempurnakan senyuman itu dengan kue setengah beku dan lilin merah yang telah
patah. Yep, Mas Andri’s Birth Day. Saudara laki-laki yang dilahirkan semesta.
![]() |
Ulang tahun pertamanya di puncak. :D |
![]() |
Yes GOD, I am the most beautiful girl :p |
Saya
merasa berharga ketika Tuhan telah banyak percaya. Kepercayaannya
menganugerahkan pelajaran melalui perjalanan dan petualangan adalah dambaan
banyak orang. Mencoba. Satu hal yang saya tahu, kadang kita terlalu sibuk untuk
menyadari bahwa, “Saya mahkluk-Nya yang sangat pantas bahagia.” Sudah sadar? Jika
sudah ya keluar, gendong ransel dan mencobalah! Semua sama saja sebenarnya,
kalau teman-teman bilang, “Wah, enak ya kamu maen terus. Mau dong ikut.” Yakalo
hanya bicara tanpa mencoba bagaimana bisa. Tuhan tidak dengan tiba-tiba
menurunkan kesempatan termasuk teman perjalanan kalau kita hanya diam di depan
tivi nonton acara travelling sambil
bermimpi. Boleh bermimpi, tapi ingat, kan umur kita nggak abadi. Bangun dan beranilah! Ya, berani juga punya
konsekuensi, ijin oran tua misalnya, tugas-tugas kuliah atau pekerjaan, daya
tahan ngirit, dan lain-lain. Sudahlah, Indonesia… eh Jawa Tengah dulu ding. Ya,
Jawa Tengah itu indah men…. Entar keburu ada jembatan Sindoro-Sumbing, keburu
ada flying fox Merbabu-Merapi, keburu
ada kereta ke Karimun Jawa (padahal belum pernah ke Sindoro, Merbabu, dan
Karimun Jawa haha) Yuk sama-sama, mewujudkan kata “secepatnya ke sana” Woyy….
Sekripsi woy… Eh iya ding, ya skripsi, ya lulus, ya kerja , ya nikah, ya punya
anak TAPI TETEP JALAN SUKA-SUKA KE MANA-MANA! :D
![]() |
Tanpa tendensi :) |
All photoes were taken by Andri Mandala, Santoso Ali, and me.
waah dapat cuaca bagus ya mbak, gw dulu ke Lawu pas cuacanya jelek bgt, jadi gak bisa dapet view yg bagus2.. :(
BalasHapusIya Bang, alhamdulillah. Musim menggunung lebih panjang keknya, hujannya telat di sini hehe.. Naik lagi aja Bang, siapa tau cerah :D
BalasHapus